London (ANTARA) - Pemerintah Rusia memperingatkan Armenia akan "dampak serius" apabila negara itu mengakui yurisdiksi Pengadilan Pidana Internasional (ICC) yang telah mengeluarkan perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin, demikian dikutip kantor berita RIA pada Senin (27/3).

ICC mengeluarkan surat perintah tersebut pada bulan ini, menuduh Putin melakukan kejahatan perang dalam deportasi secara ilegal ratusan anak dari Ukraina.

Kremlin, sebutan untuk Pemerintah Rusia, mengutuk langkah ICC tersebut sebagai keputusan yang tidak berarti dan sangat berpihak.

Armenia, sekutu tradisional Rusia, memiliki hubungan yang memburuk dengan Rusia sejak Putin memerintahkan untuk menyerang Ukraina dalam invasi yang disebut Putin sebagai "operasi militer spesial".

Armenia juga semakin dekat menjadi negara anggota dalam Statuta Roma, sebuah langkah yang akan membawa Armenia berada di bawah yurisdiksi ICC.

RIA, kantor berita negara Rusia, mengutip sumber dalam Kementerian Luar Negeri Rusia yang menyebutkan bahwa Moskow menilai rencana Armenia terkait ICC "tidak dapat diterima".

Sumber itu menyatakan bahwa Rusia telah memperingatkan Armenia akan "dampak sangat negatif" terhadap hubungan bilateral bila rencana tersebut berlanjut.

Rencana itu hanya memerlukan ratifikasi dari parlemen Armenia, yang diikuti dengan persetujuan dari mahkamah konstitusi negara tersebut.

"Moskow menganggap rencana resmi Yerevan untuk mengadopsi Statuta Roma dari Mahkamah Pidana Internasional sangat tidak bisa diterima yang didasari peristiwa baru-baru ini yaitu adanya surat perintah yang ilegal dan tidak sah dari ICC terhadap kepemimpinan Rusia," demikian ditulis RIA mengutip sumber dari Kemenlu Rusia.

Belum ada tanggapan dari Armenia.

Baca juga: Kremlin: Perintah penangkapan Putin oleh ICC tak ada artinya

Surat perintah ICC berpotensi memperumit rencana lawatan Putin bila negara yang ingin dia kunjungi adalah negara anggota resmi dari Statuta Roma.

Negara-negara di mana Putin dapat bepergian pada tahun ini termasuk Afrika Selatan dan Turki.

Pada masa lalu, Putin biasa melawat ke berbagai negara bekas pecahan Uni Soviet, termasuk Armenia di mana Rusia memiliki pasukan penjaga perdamaian dan pangkalan militer.

Hubungan Moskow dengan Yerevan memburuk dalam beberapa bulan terakhir terkait pernyataan Armenia bahwa Rusia gagal berpegang sepenuhnya kepada perjanjian gencatan senjata tahun 2020 yang ditengahi Rusia antara Armenia dan Azerbaijan guna mengakhiri perang di Nagorno-Karabakh, daerah Azerbaijan yang banyak dihuni etnis Armenia.

Moskow membela tindakan pasukan penjaga perdamaiannya, yang menurut Armenia hingga kini tidak berbuat apa-apa untuk mengakhiri blokade parsial yang dilakukan aktivis Azerbaijan di Nagarno-Karabakh.

Rusia memiliki pakta pertahanan bersama dengan Armenia, serta biasa menjadi penengah yang berpengaruh di kawasan Kaukasus selatan, tetapi saat ini menghadapi persaingan pengaruh yang semakin meningkat dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Turki.

Sumber: Reuters
Baca juga: Sekutu Vladimir Putin usulkan boikot ICC di Rusia
Baca juga: Jaksa ICC: surat perintah penangkapan Putin berlaku seumur hidup
Baca juga: Biden sebut Putin telah lakukan kejahatan perang

Penerjemah: M Razi Rahman
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023