Seoul (ANTARA News) - Dick Advocaat menyadari bahwa hanya satu cara baginya untuk menggantikan peran Guus Hiddink dalam merebut hati pendukung tim nasional Korea Selatan (Korsel), yaitu mengantar tim itu ke final Piala Dunia 2006 Jerman.
Hiddink telah memberikan sesuatu yang sebelumnya dianggap mustahil, yaitu mengantar Korsel yang saat itu tidak diperhitungkan ke semifinal Piala Dunia di tanah mereka sendiri.
Sukses itu ditempuh setelah terlebih dulu menyingkirkan tim-tim yang disegani didunia, yaitu Portugal, Italia dan Spanyol, sebelum akhirnya dihentikan Jerman.
Dua pelatih telah datang dan pergi, untuk menggantikan Guus Hiddink, pelatih yang muncul bagai pahlawan di seluruh negeri Ginseng tersebut.
Kedua pelatih tersebut adalah Humberto Coelho dan Jo Bonfrere yang harus memikul beban berat karena para pendukung menginginkan mereka untuk setidaknya menyamai apa yang telah dicapai Hiddink.
Advocaat, pelatih tim nasional Korsel yang sekarang, datang dengan bekal pengetahuan yang minim soal para pemain negara itu.
Untuk mengatasi hal itu, ia secara sengaja membawa Pim Verbeek, tangan kanan Hiddink pada Piala Dunia 2002, sebagai asisten pelatih dan membujuk mantan kapten Hong Myoung-bo agar mau bergabung sebagai staf pelatih.
Apa yang dilakukan Advocaat ternyata membuahkan hasil.
Dengan ketajaman dalam strategi pertandingan serta disiplin yang tinggi, Advocaat dengan cepat mampu membangun kembali rasa percaya diri yang hampir runtuh.
Para pemain pun kembali mampu memainkan pertandingan dengan tempo tinggi dan menekan yang pernah mencengangkan dunia pada Piala Dunia 2002.
Dibawah pimpinan Advocaat, Korsel berhasil meraih 13 kemenangan dan mengalahkan tim-tim tangguh seperti Serbia, Kroasia dan Meksiko.
Advocaat yang pernah menjadi asisten pelatih nasional Belanda Rinus Michel, arsitek "Total Football", saat ini merupakan salah satu pelatih yang disegani di dunia, demikian Reuters.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006