"Di tengah krisis ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa yang belum sepenuhnya pulih, Indonesia harus gencar memperluas pasar sebagai upaya diversifikasi pasar ekspor, terutama ke Timur Tengah," kata Wakil Menteri Perdagangan RI Bayu Krisnamurthi di sela Misi Dagang Indonesia ke Jordania dan Uni Emirat Arab di Amman, Jordan, Selasa.
Turut dalam misi dagang tersebut antara lain Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Gunaryo, Kasubdit Ekonomi Keuangan dan Pengembangan, Direktorat Timur Tengah Kementerian Luar Negeri RI Darmawan Suparno, dan Fungsi Ekonomi KBRI Jordania di Amman Arif Hidayat.
Selama di Jordania, misi dagang menemui Menteri Perdagangan dan Industri Komunikasi dan Teknologi Informasi Jordania Hatem Al-Halawni, Jordan Business Asociation, Jordan Investment Board, Jordan Investment Board, Jordan Chamber of Commerce.
Menurut Bayu, untuk memasuki pasar Timur Tengah tersebut Kementerian Perdagangan telah membagi tiga kelompok wilayah yaitu Timur Tengah bagian barat yang berpusat di Jedah, Arab Saudi, Timur Tengah bagian utara di Amman, Jordan, dan Timur Tengah bagian selatan berpusat di Dubai, Uni Emirat Arab.
"Masing-masing kota tersebut (Jeddah, Amman, dan Dubai, red.) akan dijadikan semacam pusat distribusi dan logistik sebagai pintu akses memperluas pasar ke negara-negara di sekitarnya," katanya.
Dia menjelaskan karakteristik masing-masing negara yang berbeda antara satu dengan lainnya. Dubai merupakan kota bisnis termodern di Timur Tengah, sedangkan Jeddah kota di Arab Saudi di mana terdapat sekitar tiga juta tenaga kerja Indonesia.
Selain itu, Jordania merupakan negara dengan stabilitas politik yang terjaga, pertumbuhan ekonomi meningkat, dan tingkat pendapatan per kapita yang terus menanjak.
"Melalui Arab Saudi, kita bisa membidik pasar Yaman sampai negara di pantai timur Laut Merah seperti Sudan, Etopia," kata Bayu.
Selanjutnya, melalui Jordania, untuk masuk ke negara-negara seperti Mesir, Palestina, Libanon, Syiria, Irak, sedangkan Dubai, Uni Emirat Arab menjadi pintu gerbang untuk masuk ke wilayah Oman, Qatar, dan Iran.
Ia menegaskan pentingnya membagi wilayah Timur Tengah tersebut agar lebih fokus pada pengembangan pasar ekspor Indonesia terutama menyangkut logistik dan distribusi.
"Wilayah Timur Tengah memiliki jarak yang cukup jauh dari Indonesia, sehingga dibutuhkan terobosan baru dalam hal logistik agar pengiriman komoditi bisa lebih efisien," katanya.
Khusus untuk Jordania, kata Bayu, Indonesia akan menjadikan negara itu sebagai "distribution center" atau menjadi pusat distribusi untuk negara-negara di sekitarnya.
"Jordania sebagai tempat produk barang-barang ekspor Indonesia segera kita realisasikan dengan menjajaki investasi di kawasan industri dan pergudangan dalam skala besar yang sedang ditawarkan pemerintah Jordania," katanya.
Ia menjelaskan melalui Jordan Investment Board, negara itu menawarkan investasi pengembangan kawasan industri dan pergudangan Aqaba dengan total luar areal sekitar 1,5 juta meter persegi, yang berlokasi di Aqaba Spesial Economic Zona (ASEZ) atau sekitar enam kilometer dari Aqaba Container Port.
Menteri Perdagangan, Industri Komunikasi, dan Teknologi Informasi Jordania Hatem Al-Halawni menyambut baik rencana Indonesia menjadikan Jordania sebagai pusat distribusi dan perdagangan untuk memasuki negara-negara di sekitarnya.
"Kami sangat senang Jordania dijadikan sebagai tempat bisnis. Selain dapat meningkatkan kerja sama bisnis dengan Indonesia juga dapat memperluas pasar ke sejumlah negara tetangga," katanya.
Terkait dengan situasi politik yang lebih stabil dibandingkan dengan sejumlah negara di Timur Tengah, Hatem mengatakan, hal itu karena sistem pemerintahan Jordania yang berbentuk kerajaan.
"Kami bersyukur stabilitas politik terjaga, yang pada akhirnya dapat mendorong perekonomian Jordania tumbuh lebih tinggi dari waktu ke waktu," katanya.
Kepala Sub Direktorat Ekonomi Keuangan dan Pengembangan, Direktorat Timur Tengah Kementerian Luar Negeri RI Darmawan Suparno mengatakan sesungguhnya gejolak reformasi di Timur Tengah tidak serta merta mengakibatkan dampak negatif kepada Indonesia.
"Dengan pergolakan politik yang terjadi di sejumlah negara Timur Tengah atau sering disebut `Arab Spring` justru di satu sisi meningkatkan permintaan impor mereka," katanya.
Ia mengatakan hubungan bilateral melalui misi perdagangan dengan negara-negara Timur Tengah harus tetap dijaga dan dikembangkan.
"Bagaimanapun situasi di Timur Tengah merupakan tujuan pasar yang dapat ditingkatkan, sebagai bagian diversifikasi pasar ekspor Indonesia, menyusul belum pulih sepenuhnya situasi krisis ekonomi di Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa," kata Darmawan.
(R017/M029)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2012