Dalam pertemuannya dengan Qin, Mahuta juga menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap catatan hak asasi manusia di Xinjiang dan terkikisnya hak serta kebebasan di Hong Kong.
"Nanaia Mahuta menyatakan keprihatinan atas perkembangan di Laut China Selatan dan ketegangan yang meningkat di Selat Taiwan," kata menteri luar negeri dalam pernyataan tertulis.
Mahuta juga kembali menegaskan sikap Selandia Baru yang mengecam invasi Rusia ke Ukraina. China sebaliknya mengkritik AS dan NATO karena telah mengacaukan stabilitas global.
Mahuta tiba di China pada Rabu untuk kunjungan empat hari di negara tersebut. Ini adalah kunjungan pertama yang dilakukan seorang menteri Selandia Baru sejak 2019.
Baca juga: Selandia Baru ikut negara lain larang TikTok dari perangkat pemerintah
Mahuta juga bertemu dengan diplomat senior China Wang Yi dan para pemimpin bisnis serta tokoh-tokoh perempuan.
Kepada Mahuta, Wang mengatakan China dan Selandia Baru selalu saling menghormati dan mempercayai satu sama lain.
Selandia Baru sejak lama berpandangan moderat terhadap China dari lima negara yang tergabung dalam aliansi berbagi hasil intelijen "Five Eyes" yang juga melibatkan Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Inggris.
Namun, sikap Selandia Baru semakin tegas dalam setahun terakhir terhadap keamanan dan kehadiran China yang semakin aktif di Pasifik Selatan setelah China dan Kepulauan Solomon menyepakati sebuah pakta keamanan.
Selandia Baru konsisten menyatakan keprihatinannya terhadap potensi militerisasi Pasifik di tengah militer China yang kian agresif di Laut China Selatan.
Mahuta mengatakan kedua negara berharap dapat melanjutkan dialog tatap muka untuk membahas berbagai masalah setelah sempat terhenti beberapa tahun.
Baca juga: Menlu RI-Selandia Baru berkomunikasi terkait pembebasan pilot Susi Air
Sumber: Reuters
Penerjemah: Shofi Ayudiana
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023