Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng, menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih menunggu perkembangan keadaan dan data serta penilaian terkini sebelum menyatakan bencana alam gempa bumi tektonik Yogyakarta sebagai bencana nasional.
Kepada ANTARA sambil menanti keberangkatan rombongan presiden ke Yogyakarta via Solo, di Jakarta, Sabtu, Mallarangeng menyatakan, salah satu masalah utama yang turut menghalangi langkah pertolongan dan koordinasi terhadap masalah itu ada pada masalah telekomunikasi dan perhubungan.
"Lihat saja, baru sekitar satu jam lalu dikatakan secara resmi angka korban jiwanya sebanyak 214 jiwa. Sekarang sudah sekitar 1.400 orang. Semuanya berkembang terus dan Presiden SBY senantiasa menyimak perkembangan yang terjadi," katanya.
Mallarangeng juga mengingatkan, kesiapan jajaran pemerintahan dan semua pihak yang bisa membantu meringankan beban para korban sangat diperlukan. Karena itulah mekanisme koordinasi sangat penting, tidak peduli dari pihak mana pun.
Jadi, katanya, masih terlalu dini untuk menyatakan apakah bencana gempa Yogyakarta pada pukul 05.45 WIB itu sebagai bencana nasional atau bukan bencana nasional.
Pada saat bencana tsunami Aceh dan Sumatera Utara terjadi pada 26 Desember 2004, pemerintahan Yudhoyono memerlukan waktu kurang dari 30 jam untuk menyatakan bencana dengan korban sekitar 100.000 jiwa itu sebagai bencana nasional.
"Perkembangan selalu terjadi. Contoh lain, semula presiden akan melihat langsung lokasi bencana pada esok hari. Namun begitu melihat besaran dan luasan bencanannya dari media massa dan laporan yang masuk, beliau langsung mengubah rencana itu," katanya.
Gempa tektonik berkekuatan 5,9 skala Richter menimpa wilayah Yogyakarta dan sekitarnya pada Sabtu pukul 05.45 WIB dengan episentrum di lepasa pantai Samudera Hindia di selatan Pantai Parangtritis. Episentrum itu diperkirakan berada pada kedalamanan sekitar 30 kilometer di kerak bumi.
Pada saat kejadian bencana itu, kebanyakan warga Yogyakarta, Surakarta, Magelang, Bantul, dan wilayah lain sekitarnya, masih terlelap dalam tidur liburan akhir pekannya. Kebetulan, sejak Jumat lalu (26/5) masyarakat banyak yang tidak masuk ke kantor dan sekolah masing-masing karena ditetapkan sebagai hari libur bersama.
Dari peristiwa itu, hampir 80 persen bangunan permanen dan semi permanen di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, rubuh dan nyaris rata dengan tanah akibat guncangan gempa berdurasi sekitar 57 detik itu. Jalan-jalan aspal banyak yang retak dan penduduk banyak yang terkapar di pinggir jalan menantikan uluran tangan dengan luka-luka di tubuhnya.
Menurut sumber di Badan Meteorologi dan Geofisika, diperkirakan gempa tektonik itu diakibatkan peningkatan aktivitas kerak bumi di patahan Sunda yang membujur dari ujung utara Pulau Sumatera di sisi selatannya hingga ujung timur gugus kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di sebelah timurnya lagi, patahan ini berjumpa dengan patahan Pasifik di utara Australia.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006