Yogyakarta (ANTARA) - Pusat Kedokteran Tropis (PKT) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan sebuah aplikasi mobile untuk mendukung penanganan pasien tuberkulosis resisten obat.
Direktur Pusat Kedokteran Tropis UGM dr Riris Andono Ahmad melalui keterangan resmi UGM di Yogyakarta, Kamis, mengatakan aplikasi yang diberi nama "TOMO" atau "Tuberkulosis Monitoring" itu berfungsi mempermudah komunikasi pengawasan dalam minum obat pasien.
"Inovasi berupa TOMO ini untuk mendukung keberhasilan penanganan tuberkulosis resisten obat," ujar Riris.
Baca juga: Komitmen pasien harus kuat, pengobatan TBC butuh waktu 6-9 bulan
Ia menjelaskan TOMO merupakan aplikasi seluler terpadu yang dikembangkan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas layanan tuberkulosis resisten obat (TB RO).
Melalui aplikasi tersebut, kata dia, diharapkan mampu menjembatani kesinambungan layanan manajemen klinis tuberkulosis.
Selain itu, TOMO bisa menjadi medium untuk mempercepat penanganan efek samping yang dialami pasien TB RO.
Baca juga: Puskesmas Pulogadung buka poli khusus pasien TB
Riris berharap kemudahan yang ditawarkan aplikasi mampu mengurangi kemungkinan pasien berhenti pengobatan sehingga menekan kemungkinan resistensi obat yang lebih luas.
"TOMO berpotensi besar membantu pasien TB RO dalam menyelesaikan pengobatan mereka karena didesain sesuai kebutuhan pasien dan pengawas menelan obat (PMO)," ujar dia.
Baca juga: Nutrisi yang tepat dibutuhkan pasien tuberkulosis
Menurut dia, aplikasi tersebut dikembangkan karena penyakit tuberkulosis masih menjadi persoalan kesehatan di Indonesia.
Dalam laporan WHO disebutkan Indonesia menjadi salah satu negara dengan beban TB tertinggi di dunia.
Sementara, pengobatan TB tidak mudah karena membutuhkan proses enam bulan pengobatan. Selain itu, efek samping obat yang ditimbulkan membuat tidak sedikit pasien yang menyerah di tengah proses pengobatan dan mengalami TB resisten obat.
Baca juga: Sampel pasien terduga tuberkulosis dikirim ke laboratorium Kemenkes
Mengobati TB RO menjadi semakin tidak mudah karena bisa berjalan selama sembilan sampai 11 bulan untuk standar jangka pendek, bahkan 18 sampai 24 bulan untuk jangka panjang.
Komitmen panjang pasien untuk minum tiga sampai tujuh obat setiap harinya dalam jangka waktu lama, kata dia, kemudian mendorong adanya pengawas menelan obat (PMO).
Riris mengatakan, terdapat dua aplikasi TOMO yang dikembangkan, yakni TOMO bagi pasien beserta keluarga dan TOMO CM untuk tenaga kesehatan.
Fitur pada kedua aplikasi tersebut memiliki perbedaan sesuai peran masing-masing.
Baca juga: Pasien diduga tuberkulosis mengarah COVID-19 diisolasi di Gorontalo
Aplikasi TOMO untuk pasien menitikberatkan fitur mengirimkan informasi telah meminum obat, fitur pengingat otomatis minum obat, fitur menyampaikan keluhan yang dialami, dan dilengkapi informasi edukatif untuk pasien.
Sementara TOMO CM, ujar dia, berfungsi mempermudah tugas case manager dan pihak puskesmas untuk merespons keluhan pasien, mengatur jadwal kunjungan pasien, dan memvalidasi informasi minum obat pasien setiap harinya.
Selain itu, kata Riris, aplikasi tersebut mempermudah tenaga ahli klinis untuk mengobservasi keluhan pasien secara real time, melihat jadwal kontrol rutin pasien, serta memberikan rangkuman informasi minum obat dan keluhan pasien.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2023