"Pentingnya partisipasi perempuan termasuk perempuan adat dan perempuan di sekitar hutan untuk dilibatkan secara aktif dalam dialog rencana alih fungsi hutan," kata Bahrul Fuad saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Menurutnya, selama ini pemerintah atau pihak yang berkepentingan terhadap alih fungsi hutan lebih banyak melibatkan laki-laki dalam pengambilan keputusan, sehingga aspirasi perempuan tidak pernah terakomodasi.
"Padahal selama ini perempuan adalah kelompok yang paling lekat kehidupannya dengan hutan, tanaman, dan air," kata Bahrul Fuad.
Bahrul Fuad mengatakan masif-nya pembangunan telah berdampak pada kerusakan hutan.
Menurutnya, kerusakan atau ancaman yang paling besar terhadap hutan alam adalah penebangan liar, kebakaran hutan, dan alih fungsi hutan menjadi perkebunan, pembangunan infrastruktur, pemukiman, atau industri.
Hal ini menimbulkan dampak ekologi yang sangat besar, tidak hanya untuk Indonesia, namun juga pada tingkat global, termasuk dengan ketersediaan air bersih bagi masyarakat.
Bahrul Fuad mengatakan sepanjang 2022, Komnas Perempuan telah menerima 16 kasus sumber daya alam dan tata ruang yang berdampak pada pemenuhan hak perempuan.
"Masyarakat sekitar hutan kehilangan akses terhadap hutan, tercerabut-nya akar budaya dan terjadinya kekerasan terhadap masyarakat di sekitar hutan, termasuk pada perempuan dan anak-anak," katanya.
Alih fungsi hutan, dikatakannya, juga menyasar pada hutan adat.
Hingga 2022, penetapan hutan adat di Indonesia baru mencapai 148.488 hektar.
"Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan peta wilayah adat yang diserahkan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) ke pemerintah seluas 12,4 juta hektare," katanya.
Baca juga: Komnas Perempuan: Libatkan disabilitas susun aturan turunan UU TPKS
Baca juga: Komnas dorong pelibatan perempuan sindrom down dalam sektor kehidupan
Baca juga: Hari Perawat Nasional, perlindungan perawat dari diskriminasi didorong
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023