Kegiatan penelitian Sesar Lembang telah dilakukan tahun lalu dengan tujuan untuk menyediakan instrumen yang bisa menyediakan informasi mengenai ancaman gerakan tanah
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan sistem pemantauan gerakan tanah pada Sesar Lembang yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat, untuk mengatasi permasalahan kota yang dibangun dengan ancaman sesar aktif.
Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, mengatakan kegiatan penelitian Sesar Lembang telah dilakukan tahun lalu dengan tujuan untuk menyediakan instrumen yang bisa menyediakan informasi mengenai ancaman gerakan tanah.
"BRIN sebagai suatu pemangku kebijakan melakukan kegiatan riset dan inovasi berkontribusi di Sesar Lembang yang ada ancaman yang biasanya ada gerakan tanah atau longsor," katanya dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Sesar Lembang merupakan sebuah patahan geser aktif yang terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Gempa-gempa kecil selama ini terjadi di wilayah Lembang dan sekitarnya. Situasi itu menunjukkan bahwa aktivitas Sesar Lembang mempunyai potensi untuk menyebabkan bencana tidak hanya akibat penguatan goncangan pada daerah tanah lunak, tetapi juga kegagalan lereng batuan dan tanah di sepanjang zona sesar tersebut.
Adrin mengungkapkan Desa Langensari di Lembang, Jawa Barat, kalau dilihat dari aspek mikroskopik banyak retakan. Jika ada guncangan gempa dikhawatirkan Gunung Batu bergerak.
"Kita lihat banyak pemukiman. Sebagai suatu sarana peringatan dini kami memasang alat untuk memantau ancaman gerakan tanah," katanya.
BRIN mengklaim penelitian Sesar Lembang sudah lumayan bagus dengan adanya data rinci yang dapat memitigasi.
Penelitian itu dilakukan guna membangun sistem pemantauan ancaman longsor lereng batuan di wilayah pemukiman pada zona Sesar Lembang.
BRIN, kata Adrin Tohari, juga membangun peralatan pemantau ancaman longsor batuan akibat goncangan gempa, antara lain alat takar curah hujan yang digunakan untuk mengukur tingkat intensitas air hujan, tiltmeter yang digunakan untuk mengukur perubahan kemiringan yang terjadi pada bagian lereng tanah maupun pergerakan pada lapisan tanah, dan ekstensometer yang digunakan untuk mengukur secara menerus pergeseran relatif pada daerah gerakan tanah.
Peneliti Pusat Riset Fotonik BRIN, Suryadi, menyampaikan ekstensometer adalah sensor perpindahan untuk mengukur pergeseran lereng akibat gerakan tanah. Alat itu didampingi juga dengan tiltmeter yang merupakan sensor untuk mengukur perubahan kemiringan lereng akibat gerakan tanah.
Ia menjelaskan bahwa alat itu juga dilengkapi dengan gateway yang merupakan perangkat pengumpul data dari sensor nirkabel untuk kemudian dikirim ke server melalui jaringan internet. Perangkat itu juga dilengkapi dengan sensor pencacah hujan serta alat pemberi peringatan berupa sirine dan lampu rotari.
Sementara itu, peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN pada Kelompok Riset Gerakan Tanah, Koko Hermawan, memaparkan bahwa lereng merupakan suatu permukaan bidang yang miring dan membentuk sudut terhadap bidang horisontal.
Kemantapan suatu lereng dipengaruhi dari gaya penahan dan gaya penggerak serta aspek geologi dalam bebatuan.
"Penelitian itu telah sampai pada tahap instalasi peralatan pemantauan gerakan tanah dan lereng, (alat) telah dipasang di area Gunung Batu, Lembang, pada 5-11 Desember 2022," demikian Koko Hermawan.
Baca juga: BMKG telah memantau aktivitas Sesar Lembang sejak tahun 1963
Baca juga: Gempa Indramayu dapat memicu aktivitas sesar Cimandiri-Lembang-Baribis
Baca juga: BPBD Cianjur melakukan pemetaan Sesar Cimandiri bersama Pemprov Barat
Baca juga: Mitigasi bencana cekungan Bandung harus segera direncanakan
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2023