"Melontarkan kalimat menyakitkan dan `nyeleneh` yang menyinggung perasaan orang lain juga bentuk tindak kekerasan. Kekerasan lewat kata-kata tidak kalah lebih kejam daripada kekerasan fisik. Keduanya harus kita kecam," kata Din.
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyesalkan dan memprihatinkan tindak kekerasan yang dilakukan sekelompok orang yang mengatasnamakan lembaga keagamaan tertentu terhadap sejumlah aktivis sosial di Purwakarta. "Saya mengecam setiap bentuk kekerasan karena bertentangandengan nilai-nilai agama dan merupakan kejahatan serta pelanggaran hukum," kata Din kepada pers di Jakarta, Kamis. "Oleh karenanya, aparat kepolisian diminta mengusut secara tuntas peristiwa itu dengan menindak para pelakunya sesuai jalur hukum dan peraturan yang berlaku," tambahnya. Din mengimbau seluruh umat beragama, khususnya kalangan Islam,agar selalu waspada atau berhati-hati dalam bersikap dan bertindak agar tidak mudah terjebak hasutan dan provokasi. "Apalagi, melakukan tindak kekerasan atau anarkisme dengan mengatasnamakan agama. Kalau ini sengaja dilakukan, justru mendiskreditkan agama itu sendiri," katanya. Ia juga meminta berbagai pihak, baik tokoh agama, pimpinan organisasi massa, maupun aktivis lembaga swadaya masyarakat tidak melakukan tindakan yang memancing emosi elemen masyarakat lain, dengan menampilkan kekerasan berupa kata-kata atau kalimat pernyataan maupun penyikapan berlebihan. "Karena apa yang mereka perbuat dengan sering melontarkan kalimat menyakitkan dan `nyeleneh` yang menyinggung perasaan orang lain juga bentuk tindak kekerasan. Kekerasan lewat kata-kata tidak kalah lebih kejam daripada kekerasan fisik. Keduanya harus kita kecam," katanya. Sejumlah massa yang mengatasnamakan gabungan kelompok Islam memprotes Dialog Lintas Etnis dan Agama di Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (23/5), yang dihadiri KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Massa meminta acara dibubarkan. Ketika baru beberapa menit Gus Dur menyampaikan pandangannya sebagai pembicara kunci, di luar ruangan massa membuat kegaduhan. Sekitar 15 orang masuk ke ruangan diskusi untuk membubarkan forum. Kegaduhan itu terjadi lantaran sekitar 50 massa gabungan dari Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Forum Umat Islam (FUI), dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dikomandoi Ketua FPI Cabang Purwakarta Asep Hamdani memaksa masuk Gedung PKK Kabupaten Purwakarta, tempat acara digelar. Pada acara bertema "Merajut Cinta yang Terserak, Merangkai Silaturahim, Menuju Purwakarta Wibawa Karta Raharja" itu, Gus Dur memaparkan pandangannya tentang pluralisme dalam bingkai masyarakat mandiri. Selain Gus Dur, acara dihadiri sesepuh Purwakarta KH Habib Hasan Syueb, rohaniawan Benny Susetyo, perwakilan agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, dan Konghucu. Bupati Purwakarta urung hadir karena faktor kesehatan. Atas dasar peristiwa itu, tokoh agama, akademisi, dan aktivis prodemokrasi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Anti-Kekerasan menggelar konferensi pers bertema "Melawan Preman Berjubah" di kantor The Wahid Institue, Jl Taman Amir Hamzah No 8 Jakarta, Rabu (24/5) lalu.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006