97 persen orang terpapar asap rokok alias menjadi perokok pasif.

Jakarta (ANTARA) - Organisasi nonprofit Emancipate Indonesia mengajak masyarakat untuk memilih pemimpin yang berkomitmen melindungi kesehatan masyarakat, terutama perokok pasif yang berani memberikan keberpihakan regulasi atas hak menghirup udara bersih tanpa asap rokok.

Direktur Eksekutif Emancipate Indonesia Margianta mengatakan bahwa masyarakat sipil punya nilai jual untuk meyakinkan para politisi yang ingin maju dalam pesta demokrasi, baik itu legislatif maupun eksekutif.

"Jangan memilih figur yang tidak peduli dan makin membuat kita frustrasi," ujarnya dalam sebuah diskusi tentang perokok pasif yang digelar di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.

Margianta menuturkan bahwa masyarakat harus bisa memetakan para kandidat politisi yang akan maju dalam pemilihan umum pada tahun depan agar saat mereka terpilih bisa mengantungkan harapan besar terhadap regulasi kesehatan yang lebih baik.

Menurut dia, politisi Indonesia bisa belajar tentang cara memimpin politisi Thailand. Ketika mereka terpilih menduduki suatu jabatan, kebijakan yang belum selesai pada periode sebelumnya kembali diajukan dan diteruskan.

"Kita sebagai kaum mudah harus bisa bermakna dan mengatasi risiko-risiko tersebut. Risiko pasti ada, tetapi bukan berarti membuat kita menahan diri untuk membuka jalan memasukkan agenda kita," kata Margianta.

Baca juga: Perokok pasif diajak bersuara, ingin udara bersih tanpa asap rokok
Baca juga: Anak sasaran rentan paparan asap rokok

Ia melanjutkan, "Mau enggak mau harus win-win (saling menguntungkan), pastikan itu juga win bagi mereka para elite."

Kondisi perokok pasif saat ini, kata dia, masih mengalami problematik di Indonesia. Hal itu tercermin melalui survei global penggunaan tembakau pada usia dewasa atau Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada tahun 2011 dan diulang pada tahun 2021 dengan 9.156 responden. Hal ini menunjukkan prevalensi perokok pasif tercatat 120 juta orang.

Sebelumnya, Data Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) menyebutkan ada 40 juta balita menjadi korban perokok pasif pada tahun 2018.

Berdasarkan hasil jajak pendapat Yayasan Lentera Anak dengan U-Report UNICEF pada tahun 2022, terdapat 97 persen orang terpapar asap rokok alias menjadi perokok pasif.

Meskipun sadar menjadi perokok pasif, lanjut dia, mayoritas responden yang mencapai angka 84,7 persen tidak menegur langsung perokok untuk berhenti merokok di dekat mereka.

Para perokok pasif itu hanya menyikapi dengan menutup hidung, menjauh dari asap rokok dan perokok, bahkan diam saja meskipun mengetahui asap rokok berbahaya.

"Kami percaya dorongan yang kuat dari masyarakat perlahan, tetapi pasti akan dapat mengubah perilaku, norma, dan budaya menjadi lebih sehat dan berpihak kepada rakyat," kata Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Julius Ibrani berharap agar negara melindungi masyarakat mengingat ada hak asasi untuk mendapatkan udara bersih.

Menurut dia, Indonesia saat ini membutuhkan upaya untuk meningkatkan standar tentang kawasan merokok, di antaranya dengan menegakkan regulasi agar para perokok tidak merasa Indonesia sebagai tempat yang nyaman untuk merokok.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023