Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Bela Diri (Perikhsa) sekaligus Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyampaikan Perikhsa telah membentuk tim perumus rancangan peraturan pemerintah mengenai penggunaan senjata api beladiri sipil non-organik TNI/Polri.
"Untuk teknis persiapan, tim perumus PP tentang penggunaan dan kewajiban pemilik izin senjata api beladiri sipil non-organik TNI/Polri itu dipimpin oleh Ketua Bidang Hukum Perikhsa Palmer Situmorang, Wakil Ketua Bidang Hukum Aldwin Rahadian, serta anggota Bidang Hukum Rangga Afianto," kata Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, usai menerima kunjungan dari pengurus DPP Perikhsa.
Bamsoet menyampaikan pula pembentukan tim perumus tersebut merupakan tindak lanjut atas penyerahan rancangan naskah akademik PP tentang penggunaan dan kewajiban pemilik izin senjata api beladiri sipil non-organik TNI/Polri yang diserahkan Perikhsa kepada Menteri Hukum dan HAM RI sekaligus anggota Dewan Penasihat Perikhsa Yasonna H. Laoly di Kantor Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta, awal Maret 2022.
Ia mengatakan keberadaan PP tersebut sangat penting untuk menjadi rujukan dalam membuat pedoman Kapolri dan pedoman Jaksa Agung terkait penggunaan dan kewajiban pemilik izin senjata api beladiri.
Dengan demikian, ketentuan peraturan perundangan yang mengatur tentang kewajiban pemilik izin khusus senjata api beladiri menjadi semakin jelas dan kuat serta tidak lagi menimbulkan kerancuan atau multitafsir.
Di samping itu, PP tersebut bukan ditujukan untuk mengambil alih proses pemberian izin khusus senjata api (Ikhsa) beladiri dari kepolisian, melainkan untuk mengatur kewajiban para pemilik senjata api beladiri yang telah mengantongi izin dari Polri.
Bamsoet berharap PP itu dapat memberikan kepastian hukum tentang mekanisme penggunaan senjata api beladiri atas pembelaan terpaksa yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) dan Pasal 49 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana serta pembelaan terpaksa yang diatur Pasal 34 dan Pasal 43 UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Dalam praktiknya, sering terjadi multitafsir atas kedua pasal KUHP tersebut. Tidak sedikit dijumpai, pemilik ikhsa yang menggunakan senjatanya untuk membela diri, justru harus berhadapan dengan hukum. Bahkan, pernah viral beberapa waktu lalu, pemilik ikhsa terancam nyawanya karena berpotensi dikeroyok oleh sopir bus dan kawan-kawannya justru berhadapan dengan hukum karena ia mengokang senjata api bela diri miliknya," jelas Bamsoet.
Mereka mengundang ahli-ahli hukum pidana dari beragam perguruan tinggi serta para pakar terkait untuk menyampaikan aspirasi dan keahlian keilmuan.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023