Jakarta (ANTARA) -- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melakukan giat Penyusunan Dokumen Ekonomi Pancasila. Giat ini bertujuan, menjamin kedaulatan dan menjamin kesejahteraan rakyat.


Dalam sambutannya, Kepala BPIP Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi M.A. Ph. D. mengatakan, dalam menjalankan Perekonomian di Indonesia didasarkan atas Ekonomi Pancasila.


"Ini sudah ditetapkan melalui SK Kepala BPIP No 21 Tahun 2023, untuk itu agar tim secepatnya merampungkan dokumen Ekonomi Pancasila supaya segera bisa terwujud", tutur Prof. Yudian.


Dan dalam penyusunan dokumen tersebut, Yudian mengaku sudah mengundang beberapa Profesor dan praktisi untuk segera rampung dengan sempurna.


“Secepatnya dirumuskan karena agar bisa segera dilakukan naskah akademik, lalu dikaji BPIP, dan disusun rumusan pasal. Secepatnya bisa direkomendasikan kepada Bapak Presiden”, ungkapnya saat memberikan sambutan, Selasa, (14/3).


Yudian menjelaskan, rancangan ini sudah lama akan diselesaikan dan hingga saat ini masih belum selesai. Yudian berharap, penyelesaian tersebut agar segera terwujud dengan dibentuknya Tim Khusus.


“Dalam menyusun dokumen Ekonomi Pancasila ini, bisa mendengarkan arahan dari _keynote speaker_ dari berbagai perspektif mengenai dimensi perekonomian Pancasila”, paparnya.


Sementara itu, tokoh intilejen dan militer Indonesia, Jend. TNI (Purn.) Prof. Dr. A. M. Hendropriyono, S.T., S.H., M.H. menjelaskan, terbentuknya kedaulatan rakyat yang bisa menjamin kesejahteraan akan terwujud dari ketahanan pangan serta infrastruktur yang layak didapatkan masyarakat.


Sehingga dalam penyusunan naskah Dokumen Ekonomi Pancasila sesuai dengan kesejahteraan rakyat dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.


“Kita lihat dulu infrastruktur kita apakah sudah baik? Ketahanan pangan sudah sangat baik di Indonesia? Sehingga apa yang diinginkan oleh masyarakat bisa tercapai sesuai dengan nilai Pancasila”, paparnya.

Kepala Badan Intilejen Negara pertama itu mengaku agar apa yang disusun dalam naskah Ekonomi Pancasila bisa terwujud dengan baik. Hendro juga menambahkan, agar para pelaku UMKM dapat diberdayakan untuk ketahanan pangan dan diharapkan untuk dapat terlibat langsung dalam penyusunan dokumen Ekonomi Pancasila.


Penyusunan draft RUU Pokok-Pokok Ekonomi Pancasila, bukan sebagai _scientist_ tetapi sebagai pelaku-pelaku, agar undang-undang yang dibuat nantinya dapat benar-benar sesuai dengan apa yang mereka butuhkan, bukan malah mempersulit.

“Undang-Undang seperti ini tuh lebih pas dalam pembentukan nilai-nilai Pancasila. Jadi apa yang disusun di sini tentang dokumen ekonomi Pancasila bisa lebih tepat”, ujarnya.


Sementara itu, Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Dr. (H.C.) Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto, S.E., S.H. mengatakan, penyusunan dokumen Ekonomi Pancasila merupakan langkah yang tepat dalam menyejahterakan masyarakat dalam mewujudkan Pancasila dalam Tindakan.


“Saya mengapresiasi langkah yang sudah diambil oleh Kepala BPIP dalam mewujudkan apa yang sudah lama ingin dilaksanakan dalam melakukan pelaksanaan dokumen RUU Ekonomi Pancasila ini”, tuturnya.


Di sisi lain, istilah “Ekonomi Pancasila” telah muncul pada tahun 1967 dalam suatu artikel Dr. Emil Salim. Ketika itu, belum begitu jelas apa yang dimaksud dengan istilah tersebut. Istilah itu menjadi lebih jelas ketika pada tahun 1979, Emil Salim membahas kembali “Ekonomi Pancasila”.


Pada pokoknya, “Ekonomi Pancasila” adalah suatu konsep kebijaksanaan ekonomi, setelah mengalami pergerakan seperti bandul jam dari kiri ke kanan, hingga mencapai titik keseimbangan. Ke kanan, artinya bebas mengikuti aturan pasar, sedangkan ke kiri artinya mengalami intervensi negara dalam bentuk perencanaan memusat. Secara sederhana, Ekonomi Pancasila dapat disebut sebagai sebuah sistem ekonomi pasar dengan pengendalian pemerintah atau “ekonomi pasar terkendali”.


Mungkin ada istilah-istilah lain yang mendekati pengertian “Ekonomi Pancasila”, yaitu “sistem ekonomi campuran”, maksudnya campuran antara sistem kapitalisme dan sosialisme” atau “sistem ekonomi jalan ketiga”.


Prof. Dr. Ibnu Elmi A.S. Pelu, S.H.,M.H., guru besar Ilmu Hukum IAIN Palangkaraya yang turut hadir dalam pertemuan tersebut menilai, gagasan Ekonomi Pancasila telah lama ada, akan tetapi perlu gerakan menghadirkan dalam tatanan sistem hukum nasional yakni melalui Prolegnas.


Guna mewujudkannya, perlu dilakukan sebuah kajian awal dengan menyerap masukan dari berbagai kalangan untuk dijadikan dasar dalam menyusun gagasan yang dapat di tuangkan dalam naskah akademik.


"Untuk mencapai tujuan secara aksiologis Ekonomi Pancasila perlu mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan ketimpangan, kesenjangan, eksploitasi, dan ketergantungan, melalui partisipasi rakyat dalam kegiatan ekonomi sehingga tercapai suatu kondisi masyarakat yang berkeadilan atau masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila", ujar Anggota Dewan Pengarah BRIN ini.


"Harus melalui dua agenda terpisah, tetapi memiliki makna simbiosis yaitu pengakajian penetrasi sosiologis dan berproses melalui penetrasi politik. Agar terciptanya ekonomi yang berbasis nilai-nilai Pancasila sebagai identitas Bangsa Indonesia", tambahnya.


Dalam kegiatan tersebut, turut hadir, rektor dan guru besar serta praktisi, juga Sekretaris Dewan Pengarah BPIP, Mayjen. Purn. Wisnu Bawa Tenaya, Wakil Kepala BPIP, Dr. Drs. Karjono S.H., M.Hum, Anggota Dewan Pengarah BRIN Prof. H. Emil Salim, MA., Ph.D, Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UMKM, Dr. Yulius, M.A., Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan, Ir. Prakoso, M.M., serta Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Dr. Rima Agristina SH.,SE.,MM. (BM)

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2023