"Film sebagai salah satu media budaya saat ini mengalir ke masyarakat melalui berbagai platform sehingga perlu diperhatikan dampak positif dan negatifnya bagi perilaku masyarakat," kata Wakil Ketua LSF Ervan Ismail dalam kegiatan Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri di Labuan Bajo, Selasa.
Perkembangan teknologi informasi yang pesat berpengaruh besar terhadap peredaran dan pertunjukan film, karena tidak hanya disaksikan melalui layar bioskop dan televisi, tapi dapat diakses melalui internet, platform digital, dan media sosial.
Dengan kemudahan mengakses film yang tidak lagi dibatasi oleh tempat dan waktu, masyarakat memiliki potensi mengakses konten perfilman yang tidak sesuai dengan klasifikasi usianya.
Ia mengatakan dampak kemajuan teknologi itu telah mengubah perilaku masyarakat karena teknologi telah masuk ke dalam ruang-ruang privat.
Oleh karena itu, butuh edukasi kepada anak muda, khususnya pelajar untuk lebih bijak dalam memilih tayangan yang sesuai dengan usia.
Baca juga: LSF RI kuatkan literasi sensor mandiri untuk perbaikan tontonan
Ketua Subkomisi Penyensoran LSF Wiwid dalam pemaparan materi sosialisasi menjelaskan tentang klasifikasi usia untuk kelayakan tontonan sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, yaitu Semua Umur (SU), 13 tahun ke atas (R13), 17 tahun ke atas (D17), dan 21 tahun ke atas (D21).
"Masyarakat diharapkan memperhatikan klasifikasi usia yang diberikan oleh LSF sebelum mengonsumsi tontonan agar terhindar dari dampak negatif film," ucap dia.
Ketua Subkomisi Apresiasi dan Promosi LSF Joseph Samuel Khrisna menambahkan pentingnya penerapan sensor mandiri di dalam masyarakat, terutama keluarga, mengingat gempuran teknologi yang tidak dapat dihindari.
Ia menjelaskan banyak cara yang telah dilakukan LSF untuk mengampanyekan Budaya Sensor Mandiri melalui berbagai media agar dapat diterima masyarakat.
"Pendampingan orang tua juga tak kalah penting dalam menyaring tontonan anak," katanya.
Kepala Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif, dan Kebudayaan Manggarai Barat Pius Baut mengapresiasi dukungan LSF untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan perfilman.
Dia berharap kegiatan itu dapat menjadi momentum pembelajaran yang baik bagi anak muda.
"Di tengah-tengah kemajuan teknologi yang luar biasa cepat, kesiapan, dan pemahaman masyarakat mengenai informasi harus juga cepat diimbangi," ujar dia.
Lembaga Sensor Film (LSF) diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman untuk melakukan penyensoran film dan iklan film sebelum diedarkan atau dipertunjukkan hingga penerbitan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS).
LSF gencar melakukan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri yang telah dicanangkan pada penghujung tahun 2021.
Kegiatan Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri yang menggandeng SMA Muhammadiyah Boleng, Labuan Bajo ini diikuti oleh perwakilan dinas dan instansi terkait, tokoh agama, perwakilan guru dan siswa dari sekolah-sekolah di Labuan Bajo, organisasi pemuda di Labuan Bajo, dan komunitas film di Labuan Bajo.
Salah satu materi juga disampaikan oleh Anggota DPR RI Ahmad Yohan tentang kemampuan pembuat film dan kreator konten di NTT yang dapat mengangkat potensi wisata setempat.
Baca juga: LSF RI terus gencarkan sosialisi UU perfilman ke sekolah-sekolah
Baca juga: LSF RI terus kembangkan Desa Sensor Mandiri
Baca juga: Perkembangan industri film perlu diimbangi kesejahteraan talentanya
Pewarta: Fransiska Mariana Nuka
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023