Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) akan terus meningkatkan validitas terhadap data keluarga melalui rekonsiliasi pelayanan program KB dan optimalisasi New SIGA di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“BKKBN mulai mengembangkan Sistem Informasi Keluarga (SIGA) yang saat ini disempurnakan menjadi New SIGA. Selain memantapkan, juga merupakan integrasi dari sub-sub sistem pencatatan dan pelaporan program Bangga Kencana,” kata Pranata Komputer dan pengelola New Siga BKKBN DIY Irfan Munawir dalam keterangan resmi BKKBN di Jakarta, Senin.
Irfan mengatakan rekonsiliasi data pelayanan kontrasepsi harus diawali dengan identifikasi fasilitas kesehatan (faskes) yang melayani KB yang melakukan input mandiri. Selain itu inventarisasi daftar faskes pelayanan KB, harus mendapatkan operasional dari Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB).
Oleh karenanya, New SIGA dihadirkan guna mengikuti perkembangan pemanfaatan teknologi informasi, agar pengumpulan serta pengelolaan data hasil pelayanan KB lebih terdesentralisasi. Dimana pengembangan yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan basis data keluarga Indonesia sebagai sumber data by name by address untuk peserta KB.
Baca juga: Kepala BKKBN tekankan pengantin harus sehat agar bayi tidak stunting
Baca juga: Kepala BKKBN: Duta GenRe teladan remaja hidup lebih berencana
“Entry data hasil pelayanan KB by name by address diharapkan dapat dilakukan pada tingkat paling bawah yang mendekati sumber data, yaitu tempat pelayanan KB untuk meminimalisasi adanya duplikasi dan kerancuan data hasil pelayanan Keluarga Berencana,” ujar dia.
Menurutnya, kalaupun ada perbedaan hasil analisis data yang tercatat di New SIGA dengan sumber data lainnya seperti Dinas Kesehatan atau Ikatan Bidan Indonesia (IBI) DIY, hal itu terjadi karena kesalahpahaman pencatatan praktik bidan yang berjejaring, yang hanya dicatat jejaringnya saja dengan data keseluruhan praktik bidan di Dinas Kesehatan.
Sementara data layanan KB oleh beberapa faskes tercatat kosong juga diklarifikasikan, sebagian karena memang faskes tersebut tidak melayani KB atau dulu pernah melayani tetapi kini tidak lagi melayani KB.
“Kegagalan dalam memahami siklus data New SIGA dalam penginputan data layanan KB dapat memperbesar data kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) menjadi lebih besar dari yang sebenarnya,” katanya.
Pj. Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi BKKBN DIY Rohdhiana Sumariati menambahkan BKKBN telah mengerahkan Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) yang ada sampai tingkat kecamatan dan desa serta kader di desa-desa, sehingga memiliki data base keluarga yang lengkap, akurat, serta ter-update.
Data yang diperoleh dari rumah ke rumah (door to door) secara lengkap itu, kemudian disusun menjadi Pendataan Keluarga (PK) yang secara nasional sudah diakui oleh instansi lain yang menggunakannya dalam program pengentasan kemiskinan.
Tidak hanya data dari rumah tangga, PK pun mengumpulkan data layanan kontrasepsi dari faskes yang melayani KB yang ada di wilayah kerjanya. Sehingga walau bukan instansi yang melakukan pelayanan kontrasepsi, BKKBN memiliki data penggunaan alat kontrasepsi yang selalu ter-update.*
Baca juga: Ahli: Jarang ada yang putuskan childfree karena alasan finansial
Baca juga: Ahli: Kesehatan pria jadi faktor pasangan putuskan lakukan "childfree"
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023