"Penguatan prioritas politik dalam hal pengembangan kebijakan kesehatan bagi kelompok rentan perlu dilakukan, karena hal tersebut dapat memaksa pengambil kebijakan untuk meningkatkan political will dalam mengeluarkan energi dan daya upaya dalam mencapai tujuan politiknya," kata Prof Dumilah dalam keterangannya, Jumat.
Hal ini selaras dengan target utama Sustainable Development Goals 2030 “Leave No One Behind”. Pandemi COVID-19 merupakan bukti nyata bagaimana prioritas politik penanganan pandemi berhasil mengubah situasi chaos menjadi prestasi.
Baca juga: Rektor: UI siapkan solusi terhadap berbagai permasalahan bangsa
Prof Dumilah kemudian menyampaikan Model Prediktif Penguatan Prioritas Politik pada Pengembangan Kebijakan Kesehatan yang sudah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.
"Kompleksitas situasi dinamis di Indonesia membuat penggambaran pengembangan kebijakan kesehatan tak dapat dilakukan hanya dengan mengacu pada kerangka atau model baku yang telah ada. Diperlukan adaptasi dan penyesuaian kontekstualisasi dari kerangka sebelumnya untuk dapat menganalisis dan memahami situasi yang terjadi," ujar Prof Dumilah.
Ia mengatakan berdasarkan World Health Organization (WHO) kelompok rentan diartikan sebagai tunawisma, orang yang tinggal di rumah yang tidak layak, pekerja migran, penyandang disabilitas, orang yang tinggal di daerah terpencil, orang yang tinggal dalam kemiskinan, orang yang terdampak kerentanan, dan orang yang terdampak kesenjangan digital, hingga saat ini masih belum terpenuhi hak kesehatannya.
Baca juga: Jurnal "Indonesia Law Review" DRC FHUI terindeks Scopus
Pengertian kelompok rentan menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 masih terbatas pada golongan tertentu dan sudah seharusnya diperbaharui.
"Beberapa kelompok rentan yang masih belum optimal mendapatkan perhatian antaran lain adalah Masyarakat Adat atau Komunitas Adat Terpencil, Orang dengan HIV/AIDS, dan pekerja migran," kata Prof Dumilah.
Di pengujung pemaparan, Prof Dumilah membacakan sebuah puisi yang menarasikan cara penguatan prioritas politik pengembangan kebijakan kesehatan akan bermakna bagi masyarakat, terutama kelompok rentan. Harapannya, kesenjangan dan kesuraman pelayanan kesehatan bagi masyarakat rentan kelak akan menjadi pajangan di museum dengan diterapkannya prioritas politik yang dari awal disuarakan.
Baca juga: Pakar UI: Penting penelitian kesehatan berbasis biokimia klinik
Prof Dumilah mengatakan Sekjen Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberikan penjelasan bahwa dokter di Indonesia jumlahnya cukup, namun terkonsentrasi di kota besar dan provinsi tertentu.
Tercatat bahwa, DKI Jakarta sebagai provinsi dengan rasio dokter terbaik, yakni satu dokter menangani 608 penduduk. Sedangkan, Sulawesi Barat adalah provinsi dengan rasio terendah, yakni satu dokter mengurusi 10.417 penduduk.
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2023