"Pertama penataan kolam budidayanya, itu tertata dengan baik dengan sistem dan alur yang benar. jadi airnya dimulai dari masuk, kemudian masuk ke ruang tandon, ruang penampungan awal, kemudian dialirkan ke kolam budidaya," ujar Trenggono saat ditemui di kawasan tambak BUBK Kebumen, Kamis.
Kemudian, lanjut dia, bibit udang vaname yang akan ditebar juga dipastikan melewati pengecekan untuk memastikan benih sehat dan terbebas dari virus atau penyakit.
"Kalau itu diyakini sudah bersih masuknya ke kolam tandon tadi sebelum masuk ke kolam budidaya yang kotak-kotak ini, itu di tes lagi, begitu diyakini airnya sudah clear tidak ada bibit penyakit, yang kedua benur yang mau ditebar juga pula harus dipastikan benurnya tidak mengandung penyakit, di-PCR juga," paparnya.
Kemudian air limbah budidaya ini, lanjut dia, harus mengalir ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sehingga sebelum masuk ke laut dipastikan airnya bersih.
Selanjutnya, kotoran dari air limbah ini, bakal ditampung untuk diproses menjadi pupuk dan beragam produk lain.
Sementara tambak udang tradisional, menurut Trenggono, tidak memikirkan pengecekan terhadap air, kesehatan bibit, serta pakan, padahal udang sangat rawan penyakit atau virus.
"Kalau tradisional cenderung abai. Tidak ada checking pakan bahkan cenderung di kasih kadang tidak, yang menyebabkan akhirnya produksi udangnya menjadi kuntet, itulah yang menyebabkan kemudian terjadi kanibalisasi sehingga menyebabkan produktifitinya 0,6 ton per hektare," tukasnya.
Ini merupakan salah satu strategi KKP untuk meningkatkan produktivitas udang nasional yang ditargetkan pada tahun 2024 mencapai dua juta ton.
Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023