Jakarta (ANTARA) - Eks Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sekaligus pemerhati anak dan pendidikan Retno Listyarti menyakini penahanan AG di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) bukan karena alasan desakan publik.
"Saya yakin polisi punya pertimbangan lain, bukan karena tekanan publik," kata pemerhati anak dan pendidikan Retno Listyarti saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Di satu sisi, Retno mengatakan penahanan AG yang kini berstatus sebagai anak berhadapan atau berkonflik dengan hukum serta ditempatkan di LPKS, merupakan kewenangan penuh dari polisi (penyidik).
Ia mengatakan polisi tidak akan sembarangan menahan AG. Apalagi, beberapa waktu terakhir institusi Bhayangkara mendapat sorotan tajam dari publik akibat kasus-kasus besar yang terjadi seperti kasus Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa Putra.
"Terlalu berani juga andai kata karena tekanan publik mengingat institusi Polri sejak kasus Sambo kena sorot," ucap dia.
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) tersebut juga menyakini AG yang diduga terlibat dalam kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satriyo terhadap D (17) tersebut tidak akan menghilangkan barang bukti terkait kasus yang menimpanya.
Terkait pemeriksaan AG yang saat ini ditempatkan di LPKS, Retno berpandangan sebaiknya proses pemeriksaan anak tersebut dilakukan di LPKS. Tujuannya, agar yang bersangkutan tidak merasa tertekan dan lain sebagainya.
Sebagaimana diketahui, Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menahan AG di ruang khusus anak LPKS.
"Kalau pertimbangan penahanan itu ada yang namanya objektif dan subjektif. Kalau objektif itu, ancaman hukumannya di atas lima tahun," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi.
Kemudian alasan subjektif penyidik melakukan penahanan untuk menghindari pelaku melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi kembali perbuatannya.
Baca juga: Pemerhati anak nilai penahanan AG di LPKS sudah tepat
Baca juga: Polisi jelaskan alasan tahan AG teman wanita tersangka penganiayaan
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023