Jakarta (ANTARA) - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyampaikan salah satu kendala ekspor produk-produk mebel dan kerajinan ke luar negeri adalah kurangnya ketersediaan bahan baku.
"Bahan baku jadi salah satu kendala sehingga produksi kurang maksimal. Tata niaga terkait bahan baku ini harus kita perbaiki," kata Ketua Presidium HIMKI Abdul Sobur pada acara pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2023 di Jakarta, Kamis.
Abdul menyampaikan bahwa selain bahan baku, kendala lainnya adalah standar sertifikasi untuk dapat melakukan ekspor ke Eropa, yakni Sustainable Forestry Initiative (SFI) dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Ia berharap agar pemerintah menyederhanakan aturan ini agar para eksportir lebih mudah melakukan transaksi dagang dengan pembeli di luar negeri.
Selanjutnya, HIMKI juga berharap agar Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dapat memberikan solusi pembiayaan bagi para pelaku usaha untuk kegiatan ekspor.
Baca juga: Kerek ekspor, Kemenperin bawa 28 IKM furnitur ke pameran internasional
Ia mengatakan, sudah ada dukungan dari pemerintah melalui LPEI yang telah mendanai 54 anggota HIMKI dengan bunga hanya 6 persen.
Namun demikian, Abdul meminta jumlah dan cakupannya diperluas, sehingga bisa diakses oleh seluruh anggota HIMKI.
HIMKI berkomitmen untuk memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi melalui ekspor mebel dan barang-barang kerajinan dari Indonesia.
Ia mengaku optimistis target ekspor sebesar 5 miliar dolar AS (Rp 77 triliun) hingga akhir tahun 2024 dapat tercapai apabila seluruh pemangku kepentingan bersama-sama mewujudkannya
"Kalau iklim usaha terus membaik, kami optimistis mampu. Tetapi kami berharap pemerintah turun tangan membantu meringankan," katanya.
Baca juga: Rachmat Gobel ungkap peran industri mebel pada serapan tenaga kerja
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa persoalan bahan baku akan segera dibahas bersama pihak terkait, di antaranya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Perindustrian.
Ia mengatakan, SVLK jangan sampai menjadi hambatan ekspor Indonesia. Menurut dia, SVLK ditanggung pemerintah, di mana anggarannya ada di KLHK.
"Sebenarnya ketentuan itu untuk membuktikan legalitas dan traceability, tetapi jangan sampai membebani pengusaha," kata Airlangga.
Menko Airlangga menambahkan, pihaknya mendorong LPEI untuk memperbesar nilai pinjaman mencapai Rp5 miliar bagi eksportir mebel dan kerajinan dari Indonesia.
Namun demikian, hal tersebut perlu dibahas lebih lanjut bersama Kemenperin.
Baca juga: Presiden Jokowi berpesan, pengusaha mebel agar jaga kelestarian hutan
Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023