Kabul (ANTARA) - Sebuah media Afghanistan menyiarkan acara diskusi yang semua panelis dan penonton di studionya adalah wanita pada Rabu (8/3) dalam rangka Hari Perempuan Internasional.

Tayangan yang disiarkan Tolo News tersebut merupakan peristiwa langka sejak Taliban merebut kekuasaan pada Agustus 2021 dan setelah itu banyak perempuan jurnalis meninggalkan profesi tersebut atau bekerja secara off-air.

Survey Reporters Without Borders (RSF) tahun lalu menunjukkan lebih dari 75 persen perempuan jurnalis kehilangan pekerjaannya sejak Taliban berkuasa.

Diskusi yang ditayangkan Rabu sore waktu setempat tersebut menghadirkan tiga perempuan sebagai jurnalis dan seorang moderator, juga perempuan, yang membahas posisi wanita dalam Islam. Keempat wanita tersebut mengenakan masker medis untuk menutupi wajah mereka.

"Seorang wanita punya hak mereka sendiri dalam sudut pandang Islam ... mereka berhak untuk bekerja dan mendapat pendidikan," kata jurnalis bernama Asma Khogyani dalam diskusi itu.

Panelis lain yang merupakan mantan profesor di universitas, Zakira Nabil, mengatakan perempuan akan terus mencari cara supaya tetap bisa belajar dan bekerja.

"Suka tidak suka, wanita ada di masyarakat ... jika tidak mungkin belajar di sekolah, mereka akan mendapatkan ilmunya di rumah," katanya.

Sejak tahun lalu, rezim Taliban melarang anak perempuan bersekolah serta wanita belajar di universitas dan bekerja untuk organisasi nirlaba.

Akibat pembatasan terus-menerus dan krisis ekonomi yang parah di negara tersebut, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dalam laporannya menyatakan jumlah tenaga kerja perempuan Afghanistan turun sekitar 25 persen sejak pertengahan 2021.

ILO juga mengatakan bahwa semakin banyak wanita beralih ke kegiatan wirausaha seperti bertani atau menjahit untuk menyokong pendapatan rumah tangga mereka.

Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Afghanistan (UNAMA) pada Rabu menyerukan Taliban untuk menghilangkan pembatasan terhadap hak anak perempuan dan wanita karena pembatasan tersebut amat menyusahkan.

Sementara itu, Taliban menegaskan bahwa mereka mengakui hak-hak wanita sesuai dengan penafsiran hukum Islam versi mereka dan budaya Afghanistan.

Mereka juga berkata telah membentuk sebuah komite yang akan menangani hal-hal yang mereka anggap sebagai masalah --sebelum mengizinkan sekolah untuk dapat kembali dibuka bagi anak perempuan.

Sumber: Reuters

Baca juga: Jumlah tenaga kerja perempuan di Afghanistan turun 25 persen

Baca juga: Taliban larang perempuan mengakses pendidikan tinggi

Tangguhkan pendidikan anak perempuan, Taliban panen kecaman

Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2023