Jakarta (ANTARA) - Sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur, sejumlah pembangunan infrastruktur telah dimulai, antara lain pembangunan istana negara, rumah tapak jabatan menteri, dan beberapa gedung kantor kementerian. Sejatinya pemindahan IKN ini, dikatakan Presiden, untuk mengurangi beban Jakarta dan Pulau Jawa, khususnya dalam hal kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah, dan polusi udara serta air.
Melihat alasan tersebut, dalam pembangunan IKN ini, Pemerintah jangan sampai mengulang kesalahan yang sama dalam rencana dan implementasi pembangunan di Jakarta sejauh ini. Seperti diketahui, dua permasalahan utama di Jakarta adalah kemacetan dan banjir yang menimbulkan banyak efek kerugian sosial, ekonomi, dan waktu. Seperti diketahui, hingga kini belum ada solusinya, meskipun Jakarta sudah berganti beberapa gubernur.
Permasalahan kemacetan di Jakarta, jika diruntut ke belakang, sebenarnya merupakan buntut panjang dari ketidaksiapan transportasi publik. Mobilitas yang tinggi di perkotaan menuntut tersedianya sarana transportasi umum yang andal. Jika melihat di negara-negara maju, transportasi umum menjadi andalan sebagai moda untuk mobilisasi. Masyarakat hanya menggunakan kendaraan pribadi jika akan mengadakan perjalanan jauh atau untuk liburan bersama keluarga. Masyarakat di negara maju lebih memilih menggunakan transportasi umum karena sistem transportasi umum lebih cepat, nyaman, bersih, dan aman.
Persoalan transportasi berkaitan erat dengan pembangunan kota keberlanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Mengutip dari tulisan Kenworthy, Jeffrey R. (2006) dalam bukunya yang berjudul The eco-city: ten key transport and planning dimensions for sustainable city development, dikatakan bahwa transportasi yang baik merupakan jantung dari kota keberlanjutan hingga ke tingkat global. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan bermotor pribadi, maka tentu semakin tinggi pula tingkat polusi di wilayah tersebut.
Hal tersebut sangat tepat dengan visi Presiden Jokowi yang menyatakan IKN Nusantara nantinya akan memiliki 70 persen area hijau, 80 persen transportasi publik, dan pengurangan suhu 2 derajat. Jarak tempuh dari satu tempat ke tempat lainnya di kompleks IKN diprediksi hanya membutuhkan waktu 10 menit, sehingga IKN akan menjadi kota inklusif, terbuka, dan ramah bagi seluruh kalangan masyarakat untuk hidup berdampingan.
Untuk itu, sebelum terlambat, Pemerintah dalam membangun IKN baru di Kalimantan Timur harus sudah memikirkan secara matang penataan transportasi publik yang harus saling terhubung atau terintegrasi antarmoda. Di saat okupansi lahan masih sangat sedikit di IKN, maka merupakan waktu yang tepat untuk membangun transportasi masal, seperti MRT – Mass Rapid Transportation dan moda lainnya. Pemerintah dapat dengan leluasa membangun MRT bawah tanah tanpa harus terkendala pembebasan lahan ataupun simpang siur kendaraan yang mengganggu.
Dengan sudah tersedianya transportasi publik yang saling terhubung, maka Pemerintah, tanpa ragu, dapat menerapkan pembatasan kepemilikan kendaraan di IKN. Mengutip pemberitaan di sejumlah media, Badan Otorita IKN menyebut bahwa dalam rencana induk, angkutan umum akan menjadi tulang punggung mobilitas. Di dalamnya terdapat empat koridor transportasi, yakni koridor regional, koridor primer, koridor sekunder, dan tersier. Namun sejauh ini, belum ada pemberitaan sudah dimulainya pembangunan transportasi publik.
Pengendalian banjir
Selain transportasi publik, Pemerintah juga harus mulai memikirkan kesiapan IKN agar tidak menjadi langganan banjir seperti Jakarta. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam berbagai pemberitaan pernah mengatakan untuk mencegah banjir, Pemerintah akan mempertahankan wilayah IKN sesuai dengan rencana awal, yakni mayoritas dijadikan kawasan hijau. Pemerintah juga akan melaksanakan pembangunan sesuai topografi, dengan memanfaatkan cekungan untuk embung, merancang jalan dengan kemiringan kurang dari 10 persen, menghindari pembangunan di lokasi dengan kerentanan gerakan tanah tinggi, serta sangat menghindari pengupasan tebing/lereng.
Selain itu, Menteri Basuki mengatakan bendungan untuk IKN juga akan ditambah, antara lain dengan Bendungan Batu Lepek dan Bendungan Selamayu selain Bendungan Sepaku Semoi yang segera rampung dan diproyeksikan sebagai salah satu infrastruktur penyediaan kebutuhan air baku dan pengendalian banjir di kawasan IKN. “Sementara untuk pengendalian banjir di IKN, jaringan drainasenya sedang kita desain untuk segera dikerjakan," kata Menteri Basuki.
Jaringan drainase merupakan hal penting dalam pengendalian banjir perkotaan, sebab seperti sering terjadi di Jakarta, banjir lokal terjadi karena tidak adanya drainase yang memadai. IKN harus menerapkan sistem drainase seperti di negara-negara maju yang sangat besar, sehingga juga mudah untuk pengelolaannya.
Belajar dari Negeri Sakura, Jepang telah membangun Metropolitan Area Outer Underground Discharge Channel (MAOUDC), yakni sebuah sistem terowongan sepanjang 6,3 km dan ruang-ruang silindris yang menjulang tinggi yang melindungi Tokyo bagian utara dari sergapan banjir. Drainase raksasa seperti ini justru harus dibangun sejak awal dimulainya pembangunan IKN karena sekali lagi mengingat okupansi lahan oleh masyarakat yang masih sedikit.
Dengan adanya terowongan atau saluran raksasa ini, ke depannya Pemerintah juga tidak perlu lagi repot-repot mencari ruang untuk pemasangan berbagai macam utilitas bawah tanah, mulai dari kabel listrik, jaringan internet, air bersih perpipaan, serta air limbah. IKN sebagai kota cerdas harus terbebas dari proyek gali lubang tutup lubang yang sering merusak kondisi jalan raya, menimbulkan kemacetan, dan kekumuhan akibat proyek galian tanah di tengah perkotaan.
Selain permasalahan kemacetan dan banjir, dalam penataan ruang IKN, Pemerintah juga harus mulai memikirkan alokasi lahan untuk pembangunan perumahan. Kesalahan besar Jakarta dan kota-kota satelit di sekitarnya adalah tidak adanya pengaturan yang jelas atas pengembangan perumahan. Pengembangan permukiman dibiarkan begitu saja dengan izin tata ruang yang tidak jelas, sehingga sering terjadi tumbuhnya permukiman liar.
Di saat kondisi lahan masih tersedia luas dan belum diduduki warga, merupakan saat yang tepat bagi Pemerintah untuk mengatur rencana tata ruang untuk pembangunan permukiman. Hal ini tentunya harus diikuti dengan implementasi yang taat mengikuti rencana yang sudah ditetapkan.
Dengan teraturnya lokasi-lokasi permukiman, maka semua infrastruktur pengendali banjir dan transportasi publik tersebut dapat saling terkait. Perizinan pembangunan rumah di IKN tidak boleh menjadi hal yang dianggap tidak serius, baik warga atau pengembang diwajibkan dapat menghubungkan rumah yang akan dibangun dengan sarana utilitas bawah tanah yang sudah disediakan Pemerintah, sehingga tidak ada lagi permasalahan tiang kabel listrik, penggunaan air tanah, dan pengolahan limbah karena sanitasi buruk yang tidak dikelola secara terpadu.
Pembangunan IKN tentunya diharapkan tidak hanya simbolis sebatas memindahkan Ibu Kota dan menjadi proyek mercusuar semata, jika nantinya kepadatan dan ‘keruwetan’ terulang lagi dalam beberapa tahun ke depan jika penataan dan komitmen implementasi rencananya tidak tepat.
*) Ahmad Jayadi adalah pranata humas ahli muda di Kementerian PUPR
Copyright © ANTARA 2023