Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden sedang mempertimbangkan untuk menghidupkan kembali praktik penahanan keluarga migran yang melintasi perbatasan secara ilegal, menurut laporan The New York Times (NYT) pada Senin (6/3).
New York City (ANTARA) - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden sedang mempertimbangkan untuk menghidupkan kembali praktik penahanan keluarga migran yang melintasi perbatasan secara ilegal, menurut laporan The New York Times (NYT) pada Senin (6/3).
Kebijakan tersebut ditiadakan oleh Biden dalam dua tahun terakhir karena sang presiden menginginkan sistem imigrasi yang lebih manusiawi,
Laporan NYT menyebutkan bahwa meskipun belum ada keputusan final yang diambil, langkah tersebut akan menjadi kemunduran besar bagi Biden. Hal itu karena pada awal masa jabatannya, Biden berjanji untuk mengadopsi pendekatan yang lebih simpatik di perbatasan setelah kebijakan keras yang diterapkan pendahulunya yaitu Donald J. Trump.
Pemerintahan Biden telah mengakhiri sebagian besar praktik penahanan keluarga dan melepaskan keluarga-keluarga ke AS untuk sementara waktu dan memberi mereka gelang kaki, ponsel yang dapat dilacak, atau metode lain untuk melacak mereka, menurut laporan NYT.
"Namun, pemerintah telah beralih ke langkah-langkah yang lebih restriktif karena mereka kesulitan dalam menangani lonjakan jumlah migran yang melarikan diri dari pemerintah otoriter dan kehancuran ekonomi di negara asal mereka," tulis laporan NYT.
Laporan itu menyebutkan bahwa para pejabat juga mengkhawatirkan lonjakan di perbatasan setelah 11 Mei, yaitu ketika kebijakan kesehatan masyarakat yang memungkinkan pihak berwenang untuk dengan cepat mengusir migran berakhir masa berlakunya.
Pengacara utama dalam kesepakatan Flores 1997, Leecia Weich mengatakan bahwa mengakhiri praktik penahanan keluarga yang tidak manusiawi, merupakan satu dari beberapa keputusan kebijakan imigrasi yang positif dari pemerintahan Biden.
"Sungguh menyedihkan mendengar kemungkinan bahwa praktik pada era Trump ini akan kembali diterapkan," kata Welch.
Pewarta: Xinhua
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2023