Berbicara dalam acara Hari Perempuan Internasional yang diselenggarakan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa, Lagarde mengatakan perempuan hanya memegang 12 persen posisi teratas di lembaga-lembaga multilateral sejak 1945.
"Kita perlu melihat lebih banyak perempuan pada posisi kepemimpinan karena hal itu dapat mendukung keterbukaan perdagangan dan menahan laju kemerosotan ke arah fragmentasi," kata Lagarde.
Dia mengatakan pemimpin perempuan cenderung memiliki berbagai kualitas, terutama yang bermanfaat dalam ketegangan geopolitik.
"Sebuah studi menemukan bahwa mereka sangat baik dalam berpikir secara holistik, mengelola kompleksitas, dan merangkul kerja sama -- atribut yang ideal dalam negosiasi perdagangan," katanya.
Dia mengatakan diskusi pada Rabu itu sangat penting ketika ketegangan geopolitik dan terpecahnya perdagangan dunia berpotensi memundurkan kemajuan yang telah dicapai selama puluhan tahun dalam pemberdayaan ekonomi perempuan.
"Sejak krisis keuangan yang parah, ekonomi global telah dilanda gelombang guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya -- yang terbaru, perang Rusia dan Ukraina. Dan semua ini berdampak pada pertumbuhan perdagangan, yang telah mencapai titik terendah dalam PDB dunia," katanya.
Dia mengatakan proteksionisme meningkat saat negara-negara mengonfigurasi ulang rantai pasokan mereka agar selaras dengan tujuan strategis baru.
"Jumlah pembatasan perdagangan telah melonjak sepuluh kali lipat selama dekade terakhir," kata Presiden ECB itu.
Dia menambahkan bahwa ini bukan berarti dunia langsung menghadapi deglobalisasi, tetapi sifat globalisasi sedang berubah.
"Kita cenderung melihat lebih banyak perdagangan di dalam blok karena negara-negara dengan nilai dan kepentingan yang sama memperdalam hubungan untuk meningkatkan ketahanan mereka terhadap guncangan dan ancaman eksternal," ujar Lagarde.
Dia mengatakan kebangkitan perdagangan global telah "terikat erat dengan emansipasi perempuan".
"Di negara-negara berkembang, perusahaan yang berdagang secara internasional juga mempekerjakan lebih banyak perempuan. Perempuan merupakan sepertiga dari tenaga kerja perusahaan seperti itu, dibandingkan dengan kurang dari seperempat di perusahaan non-ekspor," kata dia.
"Dan di negara-negara maju, beban tarif kadang bisa jatuh secara tidak proporsional di pundak perempuan. Di Amerika Serikat, tarif rata-rata produk yang dibuat untuk perempuan lebih tinggi daripada produk laki-laki," tambahnya.
Sementara itu, Dirjen WTO Ngozi Okonjo-Iweala mengatakan pada 2020, sebelum pandemi COVID-19 semakin parah, Forum Ekonomi Dunia (WEF) memperkirakan akan diperlukan waktu sekitar 100 tahun untuk mencapai kesetaraan gender atau paritas gender.
"Estimasi terakhir 132 (tahun). Jadi, kita sudah mundur 32 tahun," katanya.
Dia mengatakan Bank Dunia telah memperkirakan 70 juta orang telah jatuh ke dalam jurang kemiskinan karena persoalan itu.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Putin persembahkan karangan bunga pada Hari Perempuan Internasional
Baca juga: Paus Fransiskus serukan kesempatan setara bagi wanita
Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023