dalam kondisi gawat darurat pasien dapat langsung mengakses unit atau instalasi gawat darurat

Jakarta (ANTARA) - Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (PBJS) Kesehatan menyampaikan rasa prihatin atas peristiwa meninggalnya Kurnaesih (39), pasien hamil yang kesulitan mengakses layanan gawat darurat di Kabupaten Subang, Jawa Barat.

"Pertama-tama kami turut prihatin atas kejadian yang menimpa almarhumah dan keluarga," kata Asisten Deputi Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Agustian Fardianto di Jakarta, Rabu.

Pria yang karib disapa Ardi itu menyebut tidak ada data penjaminan BPJS Kesehatan atas nama Kurnaesih berdasarkan informasi dan catatan sistem pelayanan rujukan BPJS Kesehatan pada saat kejadian.

"Pada prinsipnya, dalam kondisi gawat darurat pasien dapat langsung mengakses unit atau instalasi gawat darurat fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapat penanganan kegawatdaruratan sampai dengan kondisinya teratasi atau stabil," katanya.

Selain itu, pasien juga bisa dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki kemampuan dalam tata laksana perawatan pasien.

Baca juga: Polres konfirmasi kasus ibu hamil meninggal karena ditolak RSUD Subang

Baca juga: Gubernur Jawa Barat minta Bupati Subang evaluasi RSUD Ciereng

Hal tersebut berlaku secara umum, baik itu pasien dengan jaminan BPJS Kesehatan maupun non-BPJS Kesehatan, kata Ardi menambahkan.

"Pelayanan kegawatdaruratan pada program JKN diatur dalam peraturan yang berlaku serta Perjanjian Kerja Sama antara BPJS Kesehatan dan Fasiltas Kesehatan," katanya.

Secara terpisah, Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengemukakan pasien yang membutuhkan pelayan kegawatdaruratan harus ditangani, tidak boleh diminta surat rujukan dari puskesmas.

"Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dalam kondisi gawat darurat, tidak memerlukan surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)," katanya.

Menurut Timboel, Pasal 32 huruf c UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengamanatkan setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.

Ia mengatakan, seluruh fasilitas rumah sakit, yang sudah bekerja sama maupun yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, wajib menerima pasien JKN yang dalam kondisi gawat darurat.

Baca juga: Suami ibu hamil ditolak RSUD Subang bingung peristiwanya jadi viral

Baca juga: Dinas Kesehatan Subang klarifikasi soal ibu hamil sulit akses layanan

Ia menjelaskan, peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan menyatakan Pelayanan Kegawatdaruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh pasien gawat darurat dalam waktu segera, untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan.

Ketentuan regulasi tersebut diduga kuat dilanggar oleh tenaga medis di RSUD Ciereng yang menyebabkan meninggalnya Kurnaesih dan bayinya, kata Timboel.

Kepala Dinas Kesehatan Subang, Maxi, memastikan Kurnaesih termasuk sebagai pasien BPJS Kesehatan. "Beliau pasien BPJS Kesehatan," katanya.

Peristiwa yang dialami warga Kampung Citombe, Kabupaten Subang itu terjadi pada 16 Februari 2023. Saat itu Kurnaesih mengalami gejala risiko tinggi ibu hamil yang memerlukan perawatan intensif gawat darurat.

Namun sejumlah layanan ICU di sejumlah rumah sakit setempat sedang penuh. Bidan yang mendampingi Kurnaesih sempat membawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciereng Subang untuk memperoleh layanan di Unit Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).

Petugas jaga justru mempertanyakan persyaratan rujukan dari pasien, yang berujung pada kekecewaan keluarga, hingga memilih untuk mencari rumah sakit lain.

Kurnaesih yang sedang hamil sembilan bulan akhirnya meninggal saat sang suami berupaya membawanya ke rumah sakit di kawasan Bandung, Jawa Barat.

Baca juga: 64,7 persen ibu hamil daftar BPJS Kesehatan sebulan sebelum melahirkan

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023