PBB (ANTARA) - Kepala entitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang didedikasikan untuk kesetaraan gender pada Selasa (7/3) mengatakan bahwa status perempuan "terkepung," lebih dari 20 tahun setelah Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi bersejarah tentang perempuan, perdamaian, dan keamanan.
Berbicara dalam debat terbuka tingkat tinggi Dewan Keamanan PBB tentang perempuan, perdamaian, dan keamanan, Direktur Eksekutif UN Women Sima Bahous mengutip beberapa contoh di Afghanistan dan negara-negara lainnya yang terkena dampak konflik di mana status perempuan terancam.
Debat terbuka itu mengangkat tema "Menuju peringatan 25 tahun resolusi 1325". Resolusi tersebut diadopsi oleh Dewan Keamanan PBB pada Oktober 2000, mengakui bahwa perempuan memiliki hak atas partisipasi penuh, setara, dan penting dalam proses perdamaian, resolusi konflik, serta pembangunan perdamaian.
Sebuah catatan konsep tentang debat terbuka itu, yang disiapkan oleh Mozambik sebagai pemegang jabatan presidensi Dewan Keamanan PBB, merujuk pada fakta bahwa "perempuan, hingga hari ini, terus menjadi segmen masyarakat yang paling terdampak oleh konflik bersenjata di seluruh dunia."
Hak-hak perempuan terus-menerus dilanggar secara serius dan mereka terus termarginalisasidan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk masalah perdamaian dan keamanan, sebut dokumen itu.
"Jelas bahwa kita membutuhkan perubahan arah yang radikal," kata Bahous dalam debat terbuka Dewan Keamanan PBB.
Bahous menyerukan mandat partisipasi perempuan dalam setiap pertemuan dan proses pengambilan keputusan "saat kita memiliki otoritas."
"Kita perlu memperluas jangkauan kita untuk mendapatkan sumber daya bagi mereka yang paling membutuhkannya, dan yang tidak memilikinya," imbuh Bahous sebagaimana Xinhua.
Pewarta: Xinhua
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2023