Singapura (ANTARA) - Saham-saham Asia turun tajam pada awal perdagangan Rabu, sementara dolar menguat setelah komentar hawkish dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell meningkatkan kemungkinan bank sentral AS kembali ke kenaikan suku bunga besar untuk mengatasi inflasi yang kuat.
The Fed kemungkinan akan perlu menaikkan suku bunga lebih dari yang diperkirakan sebagai tanggapan atas data kuat baru-baru ini, kata Powell pada hari pertama kesaksian kebijakan moneter dua hari setengah tahunannya di hadapan Kongres.
Komentar hawkish dari Powell mengirim saham-saham AS melemah tajam, dengan suasana risk-off atau penghindaran risiko berlanjut di perdagangan Asia.
Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik tidak termasuk Jepang tergelincir 1,45 persen, sedangkan indeks S&P/ASX 200 Australia dibuka merosot 0,70 persen dan indeks Nikkei Jepang menguat tipis 0,10 persen.
Indeks saham-saham unggulan atau blue chips China CSI 300 terpangkas 0,33 persen, sementara Indeks Hang Seng Hong Kong terpuruk 1,40 persen.
Setelah serangkaian kenaikan jumbo tahun lalu, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin dalam dua pertemuan terakhirnya, tetapi data ekonomi yang tangguh sejak awal tahun ini telah memicu kekhawatiran bank sentral AS akan kembali menaikkan suku bunga lebih besar.
Ketakutan itu terwujud ketika Powell berkata: "Jika totalitas data menunjukkan bahwa pengetatan yang lebih cepat diperlukan, kami akan siap untuk meningkatkan laju kenaikan suku bunga."
Pasar sekarang memperkirakan peluang hampir 70 persen dari kenaikan suku bunga 50 basis poin pada pertemuan kebijakan Fed 21-22 Maret, menurut alat FedWatch CME, naik dari sekitar 30 persen sehari yang lalu.
"Powell pada dasarnya membuka pintu untuk kenaikan 50 basis poin," kata Chris Weston, kepala penelitian di Pepperstone.
"Dia telah memberikan Fed opsionalitas, tetapi orang curiga dia akan enggan melakukannya karena tidak baik untuk mengubah taktik ketika Anda baru saja turun ke kenaikan 25 basis poin."
Imbal hasil surat utang AS jangka pendek melanjutkan kenaikannya pada Rabu, dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun, yang biasanya bergerak sejalan dengan ekspektasi suku bunga, naik 2,7 basis poin pada 5,038 persen, tertinggi sejak pertengahan 2007.
Bagian yang diawasi ketat dari kurva imbal hasil obligasi pemerintah AS yang mengukur kesenjangan antara imbal hasil obligasi dua tahun dan 10-tahun, dilihat sebagai indikator ekspektasi ekonomi, berada di -106 basis poin, terdalam sejak Agustus 1981, menurut data Refinitiv. Pembalikan seperti itu dipandang sebagai indikator resesi yang andal.
"Mengingat apa yang sudah kita ketahui, pernyataan hawkish Powell seharusnya tidak mengejutkan, tetapi ternyata pasar tidak siap," kata Rodrigo Catril, ahli strategi mata uang senior di National Australia Bank.
"Data terbaru sudah memberi tahu kita bahwa ekonomi AS memulai tahun 2023 dengan pijakan yang jauh lebih kuat daripada yang diantisipasi kebanyakan orang dengan tekanan inflasi juga terbukti lebih bertahan."
Sorotan sekarang akan tertuju pada data penggajian AS pada Jumat (10/3/2023) dan angka inflasi minggu depan yang akan menentukan langkah lebih lanjut dari Fed.
Di pasar mata uang, dolar berada pada level tertinggi tiga bulan, dengan euro naik 0,01 persen menjadi 1,0548 dolar.
Yen Jepang melemah 0,15 persen menjadi 137,33 per dolar, sementara sterling terakhir diperdagangkan pada 1,1834 dolar, naik 0,06 persen.
Minyak mentah AS turun 0,04 persen menjadi diperdagangkan di 77,55 dolar AS per barel dan Brent diperdagangkan di 83,34 dolar AS per barel, naik 0,06 persen.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023