Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR HR Agung Laksono memastikan penyelidikan kasus pemberian amplop Rp5 juta per orang kepada anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Pemerintahan Aceh (Pansus RUU Aceh) diusut sampai tuntas. "Surat untuk BK (Badan Kehormatan) sudah saya tanda tangani. Kalau belum sampai ke BK mungkin masih berada di Sekjen (Sekretaris Jenderal)," kata Agung di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Selasa. Dia menambahkan, surat yang ditujukan kepada BK DPR berisi agar lembaga pengawal kode etik itu bisa menindaklanjuti kasus pemberian amplop dalam pembahasan RUU Aceh. "Harus diselesaikan kasus itu. Itu untuk menegakkan citra dewan," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar. Selain surat kepada BK DPR, kata Agung, pimpinan DPR juga berencana mengirim surat peringatan kepada Mendagri M Ma`ruf. Draf surat peringatan sudah sudah disiapkan, tapi belum ditandatangani karena masih ada perubahan-perubahan. "Surat untuk Mendagri belum ditandatangani karena ada sejumlah redaksional yang harus diperbaiki," katanya. Surat itu berisi teguran agar tidak mengulangi lagi pemberian bantuan itu. "Tujuanya memang positif tapi bisa disalahartikan sebagai suap. Lalu prosedurnya salah, seharusnya pemerintah tidak boleh langsung memberi bantuan seperti itu kepada DPR. Surat itu secepatnya akan dikirim," kata Agung. Ketua BK DPR Slamet Effendy Yusuf ketika dikonfirmasi menyatakan, pimpinan BK DPR belum menerima surat pengaduan atau permintaan penyelidikan atas kasus amplop di Pansus RUU Aceh dari pimpinan DPR. "Belum terima. Begitu terima kita langsung tindak lanjuti. Yang pertama kali dimintai konfirmasi pasti pimpinan Pansus terlebih dulu," kata Slamet. Wakil Sekjen DPR Gusti Ayu Darsini membenarkan bahwa surat untuk BK dari pimpinan DPR sudah ditandatangi. "Kalau surat memang sudah ditandatangani Ketua DPR, itu benar. Tapi hingga kini belum diserahkan lagi ke pihak Sekjen. Surat itu masih berada di staf pimpinan DPR. Begitu sampai ke Sekjen akan langsung kami sampaikan ke BK, tidak akan ditahan-tahan," kata Darsini. Koordinator Bidang Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Ibrahim Zuhdi menyatakan, BK DPR seharusnya bisa menegakkan kode etik DPR secara benar. Apalagi, dalam kasus amplop Pansus RUU Aceh, sudah ada pihak yang mengaku memberikan bantuan dan menerima bantuan itu. "Kalau belakangan uang itu dikembalikan lagi, itu soal lain. Tapi awalnya pemberian uang itu sudah terjadi dan sudah diakui. Itu sudah ada upaya korupsi di bidang politik karena DPR punya anggaran sendiri untuk membahas UU," tegas Ibrahim.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006