Purwakarta (ANTARA News) - Dialog lintas agama dan etnis dengan pembicara mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Purwakarta, Jabar, Selasa, berjalan tidak mulus menyusul aksi sekelompok massa yang memicu keributan.Penandatanganan prasasti kebersamaan yang sedianya dilakukan oleh para pemuka agama, pemerintah dan elemen masyarakat lainya, batal dilaksanakan."Mereka (pengunjuk rasa) massa dari FPI (Front Pembela Islam)," ujar Abdul Khotib, salah seorang panitia penyelenggara dialog, yang juga seorang pengurus GP Ansor Purwakarta.Keributan berawal di dalam gedung PKK, dimana dialog itu berlangsung, setelah salah seorang anggota FPI menghujat Gus Dur, dengan tudingan telah mengeluarkan pernyataan yang mengundang emosi massa dan menghina FPI."Tolong, Gus Dur agar menjelaskan pernyataan bahwa Al-Quran itu porno. Gus Dur juga harus mencabut pernyataan yang mengatakan bahwa demo PFI di DPR beberapa hari lalu, ada yang membiayai. Itu penghinaan terhadap FPI," katanya.Keadaan semakin memanas setelah anggota FPI itu mengusir Gus Dur, dan berujung terjadi saling "teriak" antara Gus Dur dengan anggota FPI lainya.Di luar pagar gedung PKK, belasan massa FPI juga memaksa memasuki arena dialog, namun dihadang aparat kepolisian.Aksi saling dorong antara pengunjuk rasa dengan polisi pun, terjadi saat Gus Dur hendak meninggalkan arena dialog dengan pengamanan ketat, sebelum akhirnya massa FPI itu membubarkan diri.Menurut Abdul Khotib, dialog lintas agama dan etnis tersebut diselenggarakan GP Ansor Purwakarta, dalam rangka mempererat persatuan."Kalau tidak ada persatuan kita tidak akan maju-maju," katanya, sambil menyatakan penyesalannya atas keributan itu.Dalam dialog tersebut, Gus Dur mengajak semua komponen masyarakat untuk mempererat persatuan, meski berbeda agama dan etnis.Mantan Presiden itu juga menyatakan dirinya menolak disahkannya Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP)."Mengapa saya menolak RUU APP, karena negara Indonesia bukan negara agama. Simpel saja," katanya.Gus Dur juga mengancam akan memimpin unjukrasa apabila RUU APP itu disahkan menjadi UU oleh parlemen. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006