Solo (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) membidik sebanyak 5 persen dari jumlah motor BBM beredar saat ini dapat dikonversi menjadi kendaraan listrik atau kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB), yaitu sebanyak 6 juta unit pada 2030.

“Diharapkan hal itu dapat mencapai penghematan BBM bagi pemerintah sebesar Rp3 triliun per tahun,” kata Tenaga Ahli Menteri ESDM bidang Kelistrikan Sripeni Inten Cahyani di Solo, Selasa.

Hal tersebut disampaikan pada Seminar Nasional 100 Tahun Industri Otomotif Nasional bertema “Percepatan Industri & Ekosistem Baterai Menuju Percepatan Popularisasi Elektrifikasi di Indonesia”.

Sripeni mengatakan, target tersebut juga akan memberi efek ekonomi lainnya yang berasal dari perputaran ekonomi belanja komponen konversi dan jasa bengkel.

Untuk itu, ekosistem KBLBB diperlukan untuk mendorong penggunaan KBLBB secara masif.

Ekosistem pentahelix, yaitu pemerintah selaku regulator, pelaku usaha industri hulu dan hilir, serta perkuatan sistem rantai pasok, dan akademisi.

Lembaga pendidikan diperlukan untuk mendorong percepatan kesiapan SDM dan adopsi teknologi melalui penelitian dan pengembangan, masyarakat yang diharapkan secara mandiri dan sukarela menggunakan KBLBB dan peran media yang mendorong edukasi dan informasi mengenai KBLBB.

“Peran pemerintah sangat penting menjadi katalisator dalam menciptakan iklim yang kondusif terjadinya harmonisasi unsur unsur pentahelix bekerja optimal,” ujar Sripeni.

Sripeni memaparkan, salah satu komponen utama KBLBB adalah baterai, di mana penguatan rantai pasok hulu hilir industri baterai dan skala ekonomi menjadi kunci ketersediaan baterai dalam negeri yang terjangkau.

Melalui kebijakan mandatory penggunaan KBLBB baik motor listrik baru maupun konversi diharapkan ditangkap sebagai sinyal positif bagi pelaku usaha untuk melakukan percepatan pembangunan industri KBLBB dan rantai pasok komponennya di Indonesia di dalam negeri.

Tanpa pabrikasi, tambahnya, dalam jumlah yang masif mencapai skala ekonomis, hal tersebut tidak efektif untuk menekan harga beli KBLBB oleh masyarakat.

Menurut dia, Indonesia memiliki daya saing kuat karena memiliki cadangan nikel terbesar dunia. Indonesia juga memiliki material baterai penting lainnya seperti aluminium, tembaga, mangan dan kobalt.

“Diperlukan dorongan fasilitas pembiayaan dan teknologi serta dukungan akses infrastruktur untuk menumbuhkan industri pengolahan mineral yang mendukung industri baterai nasional,” ujarnya.

Sripeni mengatakan, industri pengolahan nikel dalam program KBLBB dapat memberikan nilai tambah yang signifikan, antara lain lapangan pekerjaan 628 tenaga kerja per 1 gigawatt per hour (GWh) produksi baterai.

Melalui kebijakan program pilot project pemerintah pusat dan daerah termasuk kebijakan mandatory kepada BUMN yang telah diterbitkan diharapkan dapat menjadi inisiasi pengembangan investasi bagi para pelaku usaha EV, penyedia infrastruktur maupun rantai pasok komponen dan jasa penunjang .

“Hal ini sangat penting agar menjadi dorongan bagi pelaku usaha untuk menurunkan biaya produksi sehingga secara berangsur angsur akan dapat dijangkau oleh masyarakat umum,” kata Sripeni.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023