Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkuat sistem peringatan dini cuaca Republik Timor Leste dan Republik Maladewa melalui observasi meteorologi udara atas.
"Pendampingan yang dilakukan BMKG menjadi bukti besarnya komitmen Indonesia membantu negara-negara berkembang (developing, LDCs, SIDs countries) yang rawan terhadap bencana hidrometeorologi dalam rangka penguatan sistem peringatan dini di negara-negara tersebut," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Senin malam.
Ia mengemukakan observasi udara atas adalah pengukuran profil thermodinamika dan kinematika secara vertikal untuk mendapatkan data parameter cuaca pada lapisan atmosfer tertentu.
Baca juga: BMKG: Hari Meteorologi momentum tingkatkan layanan guna kurangi risiko
Kerja sama itu merupakan implementasi dari Perjanjian Payung dengan World Meteorological Organization (WMO), dimana Indonesia menjadi salah satu Peer Advisor dalam program Systematic Observations Financing Facility (SOFF) yang diinisiasi oleh World Meteorological Organization (WMO) dalam rangka mendukung pelaksanaan program Global Basic Observing Network (GBON).
Penandatanganan Letter of Agreement for the provision of SOFF peer advisor itu dilakukan di sela pertemuan Sidang ke-76 Dewan Eksekutif WMO di Jenewa, 28 Februari 2023 lalu.
Dwikorita menyebut selain Indonesia, ada 13 negara lain yang juga menandatangani Perjanjian Payung dengan WMO sebagai Peer Advisor dalam program SOFF, yakni Australia, Austria, Denmark, Finland, Germany, Iceland, Netherlands, New Zealand, Nigeria, Norway, South Africa, Switzerland, dan UK.
Dwikorita menekankan bahwa Indonesia berkomitmen untuk berkontribusi kepada WMO dan negara-negara dengan turut serta membagikan pengalaman dan pengetahuan, khususnya dalam menjembatani gap pada GBON antara negara berkembang dan negara maju.
Dalam pelaksanaan kerja sama tahap awal, Dwikorita menyampaikan BMKG berencana memberikan peer to peer advise terkait peralatan pengamatan untuk implementasi GBON.
"Indonesia dipercaya peer advisor dalam program ini, karena Indonesia dianggap secara kapasitas dan kemampuan cukup mumpuni dan akuntabel dalam instalasi dan operasionalisasi peralatan observasi," tuturnya.
Baca juga: Sebagian wilayah Indonesia mengalami kemarau pada April
Baca juga: BMKG: Waspada gelombang tinggi 6 meter di perairan RI pada 6-7 Maret
Ia menambahkan pengalaman Indonesia yang cukup panjang dalam observasi daerah tropis ekuatorial akan sangat dibutuhkan Timor Leste dan Maladewa dalam mempercepat proses alih teknologi observasi ini.
"Khusus Timor Leste, jaraknya yang dekat dan berada dalam satu regional area menjadikan proses asistensi dan konsultansi dapat dilakukan dengan lebih mudah dan efisien," imbuhnya.
Dengan Timor Leste, kata Dwikorita, kerja sama ini juga merupakan kelanjutan Nota Kesepahaman (MoU) di bidang MKG dengan Menteri Transportasi dan Komunikasi Timor-Leste Jose Agustinho da Silva yang datang ke Indonesia Februari lalu.
"Lingkup kerja sama bidang MKG dalam nota kesepahaman meliputi konsultasi dalam kalibrasi peralatan, pengembangan sumber daya manusia dan pertukaran data dan informasi MKG," tuturnya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023