Indonesia memiliki 64 juta UMKM yang mewakili 99 persen dari total kegiatan bisnis.
Denpasar (ANTARA) - Pandemi COVID-19 menjadi ujian serius bagi perekonomian bagi banyak negara dunia termasuk Indonesia.
Banyak sektor, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), terpuruk akibat pandemi meskipun ada beberapa yang berhasil bertahan selama kebijakan pembatasan aktivitas dan perjalanan berlaku saat pandemi.
Namun, sejak pandemi berangsur-angsur terkendali, pemerintah mulai menerapkan sejumlah strategi pemulihan ekonomi, yang salah satu di antaranya membangkitkan kembali geliat UMKM di Indonesia.
UMKM menjadi prioritas dalam strategi pemulihan ekonomi nasional, yang programnya disebut Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Setidaknya ada tiga kebijakan utama dalam PEN, yaitu meningkatkan konsumsi dalam negeri, meningkatkan aktivitas dunia usaha, dan menjaga stabilitas ekonomi dan ekspansi moneter.
Dari tiga kebijakan itu, pemerintah menyiapkan berbagai kemudahan untuk meningkatkan produktivitas UMKM di dalam negeri, di antaranya menggelontorkan subsidi, memberikan insentif perpajakan, dan restrukturisasi kredit sehingga para pelaku usaha yang terdampak tidak hanya dapat kembali bangkit, tetapi juga meningkatkan kapasitas bisnisnya.
Dalam kerangka PEN, pemerintah sejak 3 tahun lalu mengalokasikan Rp123,46 triliun khusus untuk pemulihan sektor UMKM. Dana itu terbagi atas subsidi bunga Rp35,28 triliun, penempatan dana pemerintah untuk restrukturisasi Rp78,78 triliun, belanja imbal jasa penjaminan Rp5 triliun, penjaminan modal kerja senilai Rp1 triliun, PPh final UMKM yang ditanggung pemerintah Rp2,4 triliun, dan pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB-KUMKM sebesar Rp1 triliun.
Di luar itu, pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM juga mengalokasikan tambahan anggaran sampai Rp30 triliun, yang ditujukan kepada 12 juta pelaku UMKM.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani saat memberi sambutan pada 6th Annual Islamic Finance Conference tahun lalu menyampaikan UMKM menjadi salah satu pilar penting pemulihan ekonomi nasional selain selain kesehatan dan perlindungan sosial.
“Indonesia memiliki 64 juta UMKM yang mewakili 99 persen dari total kegiatan bisnis. Mereka bahkan menyerap 97 persen lapangan kerja dan menyumbang 60 persen dari PDB kita,” kata Sri Mulyani.
Walaupun demikian, Menteri Keuangan RI menilai masih ada beberapa tantangan yang dihadapi para pelaku UMKM, antara lain, keterbatasan akses pasar, kurangnya sumber daya manusia terampil, penggunaan teknologi yang belum optimal, dan keterbatasan akses ke layanan keuangan. Infrastruktur yang belum memadai di beberapa daerah juga menghambat pertumbuhan UMKM terutama di wilayah terpencil.
Oleh karena itu, pemerintah pun gencar menyelesaikan berbagai pembangunan infrastruktur, mulai dari jalan raya, rel kereta api, jembatan, bandara, revitalisasi pasar, tetapi juga infrastruktur konektivitas digital.
“Kami mengalokasikan anggaran yang cukup besar agar kami dapat memastikan bahwa daerah terpencil di sekitar 20 ribu desa di Indonesia akan terhubung melalui Satelit Palapa Ring dan base transceiver station sehingga mereka semua yang berada di daerah terpencil akan terhubung secara digital,” kata Menkeu.
Kemudian, pemerintah melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pembiayaan Ultra Mikro (UMi) juga berupaya menyediakan akses pembiayaan, mengingat ada sekitar 18 juta UMKM di Indonesia belum memiliki akses terhadap pembiayaan formal, dan sekitar 46 juta UMKM masih membutuhkan tambahan dana untuk modal kerja dan investasi.
Digitalisasi UMKM juga menjadi sorotan pemerintah. Targetnya, 40 juta UMKM terdigitalisasi pada 2024, sementara per tahun lalu ada 20,76 juta unit UMKM yang masuk dalam ekosistem digital.
Tidak hanya menyediakan anggaran dan membangun infrastruktur, pemerintah juga menerbitkan regulasi yang menempatkan UMKM sebagai prioritas, salah satunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Perppu Ciptaker untuk UMKM
Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) Nomor 2 Tahun 2022, yang merupakan pengganti dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, resmi berlaku sejak diterbitkan pada 31 Desember 2022.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat mengumumkan Perppu Cipta Kerja menegaskan bahwa aturan itu demi memberikan kepastian hukum kepada dunia usaha, termasuk para pelaku UMKM.
Pasal 3 huruf a Perppu Cipta Kerja menyebutkan bahwa aturan itu dibuat untuk memberi kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan terhadap koperasi, UMKM, dan industri dan perdagangan nasional sebagai upaya untuk menyerap tenaga kerja Indonesia seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antardaerah. Kemudian pada Pasal 3 huruf c dijelaskan Perppu Cipta Kerja dibuat sebagai bentuk keberpihakan, penguatan, dan pelindungan bagi koperasi, UMKM, dan industri nasional.
Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim (IKPM) Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Septriana Tangkary dalam acara sosialisasi Perppu Cipta Kerja di hadapan 100 lebih pelaku UMKM di Bali awal bulan ini menyampaikan aturan itu memberi banyak kemudahan bagi para pelaku usaha, di antaranya terkait akses ke perizinan, pasar, dan ekosistem digital.
Perppu tersebut layak didukung karena banyak sekali keunggulannya. Pertama, membuka investasi yang besar, kedua pendampingan kepada seluruh masyarakat khususnya para UMKM, dan memberi kesempatan bisa berkolaborasi dan berkoordinasi dengan seluruh bagian pemerintahan.
Pejabat Kominfo itu menyampaikan UMKM menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam Perppu Cipta Kerja, karena sektor itu berkontribusi cukup besar pada perekonomian nasional. Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2021 mencapai Rp8.573,9 triliun atau sekitar 61,07 persen dari total PDB. Kemudian, pelaku UMKM yang saat ini berjumlah 65,4 juta juga menyerap 117 juta pekerja.
“UMKM menjadi salah satu yang diprioritaskan dalam Perppu ini. Jadi kami bangga karena Perppu ini mengutamakan para UMKM,” kata dia.
Ia menambahkan beberapa wujud digitalisasi yang didukung oleh Perppu Cipta Kerja sebagai bentuk revisi dari Undang-Undang Cipta Kerja, di antaranya sistem perizinan tunggal online single submission (OSS), digital kredit UMKM (digiKU), pasar digital (PaDi) UMKM, dan ekatalog LKPP.
Pada acara sama, Ketua Pokja Sinergi Substansi Sosialisasi UU Cipta Kerja Tina Talisa menyampaikan OSS mempermudah pengurusan izin oleh pelaku UMKM.
“Hanya dibutuhkan NIK yang sudah berupa KTP elektronik yang mengacu kepada data Dukcapil Kemendagri,” kata Tina.
Dengan demikian, para pelaku UMKM dapat dengan mudah mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB), yang juga berlaku sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Angka Pengenal Impor (API), dan Akses Kepabeanan bagi perusahaan untuk ekspor impor.
Ketua Dekranasda Provinsi Bali Putri Suastini Koster mengajak para pelaku usaha, khususnya UMKM di Bali, untuk memanfaatkan berbagai kemudahan berusaha yang tersedia, terutama setelah berlakunya Perppu Cipta Kerja.
“Pemerintah sudah sangat mempermudah, tinggal kemauan dari para pelaku UMKM. Ayo kita semangat melandasi usaha dengan izin,” kata Putri Koster.
Di Bali, ada lebih dari 440.000 unit usaha mikro, kecil, dan menengah. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali mencatat pada tahun lalu jenis usaha terbanyak bergerak di bidang perdagangan sebanyak 254.655 unit, pertanian 34.375 unit, nonpertanian 61.202 unit, dan aneka jasa 37.391 unit.
Dari jumlah itu, 15.196 di antaranya merupakan pelaku usaha tenun dengan jumlah penenun mencapai 2.244 orang.
Berbagai kemudahan dan perlindungan berusaha yang diatur dalam Perppu Cipta Kerja perlu menjadi perhatian para pelaku UMKM di berbagai daerah tanah air, termasuk mereka yang ada di daerah-daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal.
Oleh karena itu, sosialisasi secara berkala dan merata ke berbagai daerah di tanah air perlu dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan lembaga dan organisasi terkait sehingga para pelaku UMKM memahami dan memanfaatkan berbagai kemudahan dan perlindungan yang disediakan oleh pemerintah.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023