Jember (ANTARA News) - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi mengatakan pertumbuhan impor bahan baku produk konsumsi di Indonesia cukup tinggi yakni mencapai 93 persen.
"Impor barang konsumsi kini hanya sekitar 7 persen, namun impor bahan baku mencapai 92-93 persen. Itu cukup tinggi," tuturnya di sela-sela kegiatan Simposium Nasional Ekonomi Kopi di Universitas Jember, Jawa Timur, Kamis.
Menurut dia, pertumbuhan produk konsumsi dalam negeri lebih rendah dibandingkan pertumbuhan impor bahan baku, sehingga ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku produk konsumsi sangat tinggi.
"Pertumbuhan produk konsumsi dalam negeri secara nasional hanya 0,6 persen, sedangkan kebutuhan akan bahan baku atau bahan penolong produk konsumsi itu mencapai 10-15 persen. Persentase itu cukup tinggi dan harus dicarikan solusinya," paparnya.
Jangan sampai, lanjut dia, masyarakat berinvestasi pada pruduksi barang konsumsi, namun ketergantungan mereka pada bahan baku untuk produk konsumsi justru lebih tinggi.
"Tren kenaikan impor bahan baku produksi barang konsumsi terjadi dalam tiga tahun terakhir yang artinya produksi barang-barang konsumsi tumbuh di dalam negeri, namun sayang tidak ditopang dengan industri bahan baku barang konsumsi tersebut," katanya.
Ia mengatakan sejumlah bahan baku yang masih banyak diimpor adalah mesin, meskipun sejumlah produk dari bahan baku mesin itu dibuat dalam negeri.
"Contoh juga seperti dalam industri pertanian kopi. Kita bisa memproduksi kopi dan punya konsumen di dalam dan luar negeri, namun mesin pengolah kopi masih impor, sehingga hal itu harus dicari solusinya bersama-sama," katanya.
Untuk itu, lanjut Bayu, Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Perindustrian terus melakukan pendalaman untuk menumbuhkan industri produksi bahan baku atau bahan penolong tersebut.
"Jika bahan baku konsumsi tumbuh, maka produsen bisa menyerap produk bahan baku dalam negeri, sehingga investasi di bidang barang konsumsi makin kuat dan tidak hanya pada barang jadinya tetapi juga pada bahan perantaranya," ujarnya menambahkan.
(ANTARA)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2012