Semarang (ANTARA) - Sebuah kendaraan bermotor beroda tiga dengan bak terbuka di bagian belakang dikemudikan seorang pria berbaju hitam dengan tulisan "Kampung Pilah Sampah Mangkang Kulon".
Kendaraan tersebut melaju menyusuri perkampungan di wilayah RT 8, Kelurahan Mangkang Kulon, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Kendaraan pengangkut tersebut sesekali berhenti di sejumlah rumah warga untuk mengangkut sampah botol plastik maupun kertas dan kardus yang sudah disiapkan oleh pemilik rumah.
Kegiatan itu rutin dilakukan oleh petugas dari Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS3R) Kampung Pilah Sampah Mangkang Kulon di tiap hari Minggu.
"Pengambilan sampah kering hanya dilakukan di tiap hari Minggu," kata Sekretaris Pengurus TPS3R Kampung Pilah Sampah Mangkang Kulon, Nur Indarti kepada Antara.
Sampah botol plastik, kertas, maupun kardus yang diambil tersebut merupakan hasil pemilahan warga di masing-masing kampung di RW 8 itu.
Setelah sampah anorganik tersebut terkumpul, warga menghubungi petugas dari TPS3R untuk mengambilnya.
Sampah-sampah itu selanjutnya dibawa ke TPS3R Kampung Pilah Sampah yang terletak tidak jauh dari pemukiman itu. Sampah plastik dan kertas tersebut kemudian dipilah-pilah sesuai jenisnya.
Setidaknya lima hingga enam orang anggota pengurus Kampung Pilah Sampah berkumpul di tiap hari Minggu untuk memilah sampah-sampah tersebut. Selanjutnya, sampah yang sudah dipilah itu dibeli oleh pusat industri daur ulang untuk digunakan kembali.
Kampung Pilah Sampah Mangkang Kulon berdiri sejak September 2021. Pendirian kampung itu berawal dari keprihatinan terhadap banyaknya produksi sampah di kawasan pesisir Utara Kota Semarang ini yang tidak dikelola dengan baik. Bahkan, tak sedikit pula warga yang memilih membuang sampah ke saluran irigasi yang bermuara ke Laut Jawa itu.
Namun perlahan, warga di wilayah RW 8 tersebut diajak untuk memilah sampah organik dan anorganik mulai dari rumah. Sampah kering yang sudah dikumpulkan di tempat penyimpangan di TPS3R kemudian dipilah berdasarkan jenisnya.
Pemilahan tersebut dibedakan berdasarkan jenisnya, seperti botol plastik, tutup botol, hingga kaleng minuman berbahan baku alumunium.
Masing-masing jenis sampah kering tersebut memiliki harga jual yang berbeda, seperti kaleng minuman berbahan alumunium dihargai Rp12 ribu per kg, tutup botol minuman dan botol kemasannya dihargai Rp3.500 per kg.
Uang hasil penjualan, selanjutnya disimpan dalam kas pengurus Kampung Pilah Sampah yang nantinya digunakan untuk membiayai kebutuhan masyarakat.
Kegiatan Kampung Pilah Sampah tidak hanya berorientasi pada pendapatan yang diperoleh. Seiring berjalannya waktu, masyarakat diajak untuk mulai memilah sampah anorganik yang sulit terurai dalam tanah.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah organik dan anorganik, juga dibutuhkan tempat penyimpanan yang lebih besar di TPS3R.
Karena itu lah dibutuhkan bantuan dari Pemerintah Kota Semarang, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup, untuk menambah juga kontainer wadah sampah di TPS tersebut.
Selain itu, bangunan yang berada di TPS3R tersebut ke depan akan diperbesar agar sampah-sampah yang telah dipilah dan disimpan di dalamnya tidak rusak saat menunggu pengambilan dari pusat-pusat daur ulang.
Sampah di Semarang
Keberadaan TPS3R Kampung Pilah Sampah Mangkang Kulon merupakan satu dari banyak upaya Pemerintah Kota Semarang dalam upaya mengelola sampah.
Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang mencatat setidaknya terdapat lebih dari 500 rintisan bank sampah yang tersebar di 16 kecamatan di Ibu Kota Jawa Tengah itu. Dari jumlah tersebut, hingga 2023 ini ada sekitar 125 bank sampah sudah aktif beroperasi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang Bambang Suranggono mengatakan di tahun ini terdapat 16 pilot project bank sampah yang lima di antaranya diharapkan menjadi rumah pilah sampah.
Rumah pilah sampah ini yang nantinya akan menjadi cikal bakal terbentuknya kampung pilah sampah.
Berbagai upaya pengelolaan sampah dari tingkat rumah tersebut merupakan bagian dari upaya menelan produksi sampah di Kota Semarang.
Saat ini, produksi sampah Kota Semarang sudah rata-rata mencapai 1.000 ton per hari. Jumlah itu sudah meningkat dibanding saat pandemi COVID-19 yang mencapai 900 ton per hari.
Dari produksi sampah sebanyak itu, sekitar 15 hingga 17 persennya merupakan sampah plastik.
Dalam Kebijakan dan Strategi Daerah tentang Pengelolaan Sampah, Kota Semarang ditargetkan mampu mengurangi produksi sampah hingga 30 persen.
Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang mencatat hingga saat ini baru terkurangi sekitar 26 sekian persen.
Rintisan bank sampah, rumah pilah sampah, hingga akhirnya kampung pilah sampah, merupakan upaya menekan produksi sampah dari tingkat hulu.
Selain menekan produksi sampah, keberadaan kampung pilah sampah juga akan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menciptakan iklim yang baik di tempat tinggalnya.
Berkurangnya produksi sampah juga akan memotivasi masyarakat untuk memperoleh pendapatan tambahan dari kegiatan pemilahan sampah anorganik.
Terdapat sekitar 12 pusat daur ulang bekerja sama untuk menerima pilahan sampah-sampah plastik tersebut.
Dalam upaya memberikan penghasilan tambahan itu, Dinas Lingkungan Hidup juga mengupayakan standarisasi harga jual sampah-sampah plastik sehingga bisa tercapai keseragaman.
Kegiatan memilah sampah tidak hanya bertujuan untuk menekan produksi sampah, khususnya sampah plastik yang tidak terurai oleh tanah.
Keberadaan kampung pilah sampah juga diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungannya, mulai dengan memisahkan sampah sejak dari rumah masing-masing. Kesadaran yang tumbuh dari tingkat keluarga itu juga diharapkan bisa terus meluas hingga di sekitar lingkungan kerja.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023