Jakarta (ANTARA) - Pemerintah akhirnya menyampaikan dukungan terbuka pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) untuk segera disahkan menjadi undang-undang (UU).

RUU ini pertama kali diusulkan pada 2004, dan sejak saat itu sudah masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sampai saat ini.

Proses legislasi RUU PPRT yang sudah hampir dua dekade itu saat ini masih tertahan di meja Ketua DPR RI Puan Maharani.

Untuk bisa disahkan, RUU PPRT masih harus melewati beberapa tahapan lagi, yakni harmonisasi, penetapan usul DPR, pembicaraan tingkat I, dan pembicaraan tingkat II, yang hingga saat ini belum ada kejelasan targetnya.

Desakan kepada DPR untuk segera memproses pengesahan RUU PPRT menjadi UU pun terus mengalir dari berbagai kalangan. UU PPRT dinilai sangat penting untuk melindungi PRT dari berbagai kekerasan serta memberikan kepastian hukum bagi PRT dan pemberi kerja.

UU PPRT juga bukan hanya tentang perlindungan PRT dari berbagai kekerasan, melainkan juga tentang Indonesia yang berkeadilan sosial.

Sepanjang 2017- 2022 Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) mendokumentasikan setidaknya 2.637 kasus kekerasan terhadap PRT, seperti kekerasan ekonomi (tidak digaji, dipotong agen semena-mena), kekerasan psikis, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menjadi salah satu kementerian yang diminta oleh Presiden RI Joko Widodo untuk menyiapkan langkah-langkah strategis agar RUU PPRT segera disahkan menjadi UU.

Kemnaker pun telah beberapa kali menggelar focus group discussion (FGD) tentang RUU PPRT, baik internal maupun dengan para pemangku kepentingan terkait.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pun menyatakan kementeriannya siap untuk membahas RUU PPRT. Saat ini, pemerintah tengah menunggu keputusan DPR karena RUU ini merupakan inisiatif dewan.

Kemnaker pun siap berdiskusi jika masih ada isu yang menjadi perdebatan di DPR, mengingat RUU ini mendesak untuk diselesaikan karena merupakan bagian dari Nawacita yang dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan RUU PPRT akan dibahas kembali setelah masa reses yang berakhir pada 13 Maret 2023.

DPR mengagendakan rapat pimpinan dan badan musyawarah. Agenda itu, untuk membahas berbagai hal yang masih menggantung atau belum selesai pada masa sidang sebelumnya.


Krusial

Anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Theresia Iswarini menilai bahwa RUU PPRT krusial disahkan menjadi undang-undang, karena juga menjadi upaya dalam membebaskan anak-anak perempuan Indonesia dari kekerasan, mengingat anak-anak perempuan di Indonesia sudah masuk ke dalam ruang-ruang pekerja rumah tangga.

Tentunya, dengan disahkan RUU PPRT itu akan membantu anak-anak perempuan Indonesia keluar dari situasi perdagangan, ataupun juga situasi-situasi yang akan menyebabkan mereka kehilangan hak atas pendidikan dan hak asasi hidup yang lebih baik di masa depan.

Dalam kerangka Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), keberadaan payung hukum untuk melindungi pekerja rumah tangga Indonesia menjadi isu yang terus menerus ditanyakan.

Dengan disahkannya RUU PPRT menjadi UU akan memperkuat citra Indonesia di mata internasional dalam perlindungan pekerja rumah tangga (PRT).

Untuk mempercepat pengesahan RUU itu Komnas Perempuan pun turut mendorong Tim Gugus Tugas Percepatan Pembentukan RUU PPRT agar melakukan komunikasi secara aktif dengan DPR dan melakukan dialog dengan lembaga-lembaga negara hak asasi manusia dan masyarakat sipil untuk memperkuat substansi RUU PPRT.

Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang Rachmat Gobel juga menilai bahwa Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga krusial untuk dibahas karena juga berkaitan dengan jaminan hukum pekerja domestik di luar negeri.

Untuk itu, perlindungan ini harus dimulai dari rumah sendiri agar saat mereka bekerja di luar negeri juga terlindungi secara hukum.

Oleh karena itu, DPR RI berkomitmen memperjuangkan perlindungan bagi pekerja rumah tangga di Indonesia.

Perlu menjadi catatan adalah RUU PPRT bukan hanya untuk melindungi PRT, tetapi juga mendorong peran dari pada pekerja rumah tangga yang lebih besar. Sehingga mereka bukan hanya dianggap sebagai alat pembantu, tetapi sebagai mitra, mengingat peran PRT cukup signifikan dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga dimana mereka bekerja.

RUU PPRT juga ditujukan untuk membangun situasi dan hubungan kerja yang saling memanusiakan, mendukung, dan melindungi pekerja dan pemberi kerja.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Taufik Basari menambahkan, RUU PPRT telah melalui prosedur mekanisme pembentukan UU.

RUU PPRT telah selesai diharmonisasi di Badan Legislasi DPR pada tanggal 1 Juli 2020 dan telah diputuskan untuk dilanjutkan ke tahapan selanjutnya, yakni rapat paripurna untuk diputuskan menjadi RUU usulan inisiatif DPR RI. Namun, sampai saat ini belum teragendakan dalam rapat paripurna agar disetujui menjadi usul DPR.

Diakui bahwa perjalanan RUU PPRT masih panjang untuk menjadi UU.

Saat ini, RUU PPRT masih tahapan awal, setelah menjadi usul inisiatif DPR, kemudian dikirim ke pemerintah dan pemerintah akan mengirimkan surat presiden (surpres) dan daftar inventarisasi masalah (DIM), serta menunjuk siapa yang akan membahas bersama dengan parlemen.


Landasan perlindungan

Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menegaskan percepatan pengesahan RUU PPRT sebagai produk hukum (undang-undang), dapat menjadi landasan dalam mengatur dan mengelola permasalahan bidang ketenagakerjaan, terutama dalam melindungi para pekerja domestik atau PRT di Indonesia yang jumlahnya mencapai lebih dari 4 juta orang.

Dengan lahirnya UU PPRT ini, diharapkan persoalan-persoalan terkait pekerja domestik ini bisa diselesaikan dan memiliki dasar hukum yang sangat jelas.

Di sisi lain, dengan percepatan pengesahan RUU PPRT akan memberikan kejelasan hukum yang dapat dijadikan pondasi untuk menyelesaikan persoalan dan memberikan perlindungan bagi PRT.

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendukung RUU PPRT ini agar bisa menjadi UU.

Berbicara pekerja domestik yang bekerja di luar negeri, Pemerintah Indonesia juga selalu mengedepankan kata perlindungan sebagai bagian yang memang tidak terpisahkan dari PMI sektor domestik.


Praktik baik yang selama ini sudah dilakukan diharapkan bisa mendorong pengesahan RUU PPRT yang sudah 19 tahun belum disahkan.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023