Masalahnya, penundaan pemilu hingga 2025 berpotensi melanggar konstitusi.

Semarang (ANTARA) - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Perkara Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst pada hari Kamis (2/3) jangan sampai mengganggu keindahan irama orkestra pemilu yang sedang berlangsung.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memenangkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap tergugat (KPU) sempat menimbulkan perdebatan.

Bunyi putusan kontroversial itu: "Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari."

Majelis hakim juga menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad). Ini maksudnya dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Dengan demikian, walaupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI selaku tergugat ajukan banding atas putusan tersebut, putusan hakim itu dapat langsung dieksekusi sejak 2 Maret 2023, tanggal pembacaan vonis tersebut.

Pengadilan Negeri Jakpus lalu memerintahkan tergugat (KPU) melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. Ini berarti mengulang tahapan yang berpotensi penundaan pemilu hingga 9 Juli 2025.

Putusan yang mengalahkan KPU ini tentunya berimplikasi pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan, Jadwal, dan Program Pemilu 2024, termasuk penetapan hari-H pemungutan suara pada hari Rabu, 14 Februari 2024.

Apa pun bunyi putusan hakim, semua pihak harus menghormatinya. Bahkan, sepanjang belum ada pembatalan oleh pengadilan lebih tinggi, baik peradilan tingkat banding maupun kasasi, setiap putusan itu harus dianggap benar.

Oleh karena itu, KPU selaku pihak tergugat segera ajukan banding ke kepaniteraan pengadilan negeri dalam waktu 14 hari kalender terhitung keesokan harinya setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir dalam pembacaan putusan.

Dalam Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Edisi 2007, Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2008 menyebutkan bahwa apabila hari ke-14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur, penentuan hari ke-14 jatuh pada hari kerja berikutnya.

Keindahan irama orkestra pemilu tidak akan tercipta jika lepas dari koridor hukum yang berlaku. Masalahnya, penundaan pemilu hingga 2025 berpotensi melanggar konstitusi.

Ditegaskan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali.

Oleh karena itu, penahapan Pemilu 2024 sejak 14 Juni 2022 hingga sekarang seyogianya tetap berjalan sesuai dengan jadwal PKPU Nomor 3 Tahun 2022. Hal ini mengingat hierarki peraturan perundang-undangan di urutan pertama adalah UUD NRI Tahun 1945.

Sebelumnya, KPU RI telah menetapkan 18 partai politik peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD serta enam parpol lokal Aceh peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan dewan perwakilan rakyat kabupaten/kota.

Semula peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD sebanyak 17 parpol, sebagaimana Keputusan KPU Nomor 518 Tahun 2022 tertanggal 14 Desember 2022.

Pascaputusan Bawaslu RI Nomor: 006/PS.REG/Bawaslu/XII/2022 tanggal 20 Desember 2022, KPU RI menetapkan Partai Ummat sebagai partai politik peserta Pemilu DPR dan DPRD 2024. Keputusan KPU Nomor 551 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Keputusan KPU Nomor 518 Tahun 2022 berlaku sejak tanggal ditetapkan, 30 Desember 2022.

Jika mencermati dasar hukum dua keputusan KPU itu, antara lain, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2022.

Dasar hukum lain, yakni PKPU No. 8 Tahun 2019 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PKPU No. 5 Tahun 2022; PKPU No. 3 Tahun 2022; PKPU No. 4 Tahun 2022 sebagaimana telah diubah dengan PKPU No. 11 Tahun 2022.

Namun, yang menjadi pertanyaan apakah sudah ada Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Seperti diketahui bahwa perpu ini diundangkan pada tanggal 12 Desember 2022, dan sudah tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 224.

Terkait dengan proses peraturan pemerintah pengganti undang-undang, mulai pengajuan berupa rancangan undang-undang (RUU) hingga mendapat persetujuan DPR, sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Sebagaimana diketahui bahwa UU No. 12 Tahun 2011 telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 13 Tahun 2022. Perubahan pertama Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan melalui UU No. 15 Tahun 2019.

Dalam UU No. 12 Tahun 2011, Pasal 52, ayat (1) disebutkan bahwa peraturan pemerintah pengganti undang-undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.

Pada ayat (2) disebutkan bahwa pengajuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dilakukan dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang.

Dalam hal ini, DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

Selanjutnya ayat (4) menyebutkan bahwa dalam hal peraturan pemerintah pengganti undang-undang mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut ditetapkan menjadi undang-undang.

Dalam ayat (5) menyebutkan bahwa dalam hal peraturan pemerintah pengganti undang-undang tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, perpu tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku.

Di sinilah dibutuhkan sang konduktor yang mumpuni agar tercipta keindahan ritme orkestra pemilu yang dinikmati pemangku kepentingan dalam perhelatan demokrasi yang sesuai dengan jadwal.


Copyright © ANTARA 2023