Yogyakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Yuniar Riza Hakiki meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan tahapan Pemilu 2024.

"KPU tidak perlu melaksanakan putusan PN Jakarta Pusat," kata Yuniar Riza Hakiki dalam keterangannya di Yogyakarta, Jumat.

Menurut Yuniar, KPU dapat melakukan upaya hukum banding agar putusan terkait penundaan pemilu tersebut dikoreksi pengadilan tinggi.

Ia mengatakan putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat hakikatnya merupakan sebuah cacat logika dan keliru dalam praktik penyelenggaraan hukum di Indonesia.

Substansi perkara gugatan dari Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), menurut Yuniar, pada dasarnya bukan merupakan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) bidang keperdataan, melainkan perkara gugatan sengketa kepemiluan atas keputusan tata usaha negara yang telah dikeluarkan oleh KPU.

"Jadi, secara kompetensi absolut, PN Jakarta Pusat seharusnya tidak berwenang mengadili substansi perkara yang berkaitan dengan sengketa pemilu," katanya.

Meski putusan PN Jakarta Pusat pada aspek tertentu dinilai memulihkan kerugian Partai Prima, akan tetapi dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan pemilu, justru merugikan kepentingan hukum yang lebih luas.

"PN Jakarta Pusat tidak berwenang memutus penundaan tahapan pemilu karena tahapan pemilu tidak hanya menyangkut kepentingan hukum para pihak yang berperkara dalam sengketa keperdataan," ujar Yuniar.

Oleh karena itu, PSHK UII juga meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memutus perkara Nomor 757/Pdt.G/2022/PN. Jkt Pst.

"Badan Pengawasan Mahkamah Agung agar mengawasi dan memperingatkan hakim-hakim di lingkungan Mahkamah Agung agar taat kompetensi absolut dan relatif," katanya.

Yuniar berharap Presiden Joko Widodo mengawal pemilu sesuai amanat konstitusi, yakni dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

"Kepada masyarakat umum agar memantau dan mengawal pemilu agar tetap dilaksanakan pada tahun 2024 sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan," tambahnya.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023