“Portofolio Sustainable Banking kami cukup besar. BNI cukup lama masuk di area ekonomi berkelanjutan ini, dan tahun lalu kita sudah terbitkan green bond pertama di Indonesia," kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.
Portofolio BNI untuk ekonomi berkelanjutan (sustainable economy), kata Royke, hingga saat ini tercatat melampaui 28,5 persen dari total portofolio kredit BNI.
Portfolio ekonomi berkelanjutan ini utamanya diberikan untuk kebutuhan pengembangan ekonomi sosial masyarakat melalui pembiayaan segmen kecil sebesar Rp123,2 triliun.
Selanjutnya, energi baru dan terbarukan sebesar Rp10,9 triliun.
Royke mengaku optimistis dapat meningkatkan porsi portofolio berkelanjutan karena semakin besarnya kesadaran para pengusaha dalam menerapkan operasional bisnis yang lebih hijau, utamanya melalui penerapan teknologi.
Selain strategi peningkatan portofolio, Royke memaparkan bahwa BNI juga telah memperoleh penghimpunan dana dari obligasi berwawasan lingkungan alias Green Bond senilai Rp 5 triliun.
Dana yang diperoleh dari penawaran umum Green Bond tersebut akan digunakan untuk pembiayaan maupun pembiayaan kembali proyek berwawasan lingkungan.
Komitmen perseroan terkait green banking juga diwujudkan dalam portofolio berkelanjutan untuk sektor-sektor ramah lingkungan.
Dalam rangka mendukung teknologi yang mendukung ekonomi berkelanjutan, BNI juga terus berinovasi dengan mengembangkan produk Sustainability Linked Loan (SLL).
Produk tersebut dapat digunakan oleh pelaku industri untuk melakukan transisi produksi serta investasi ke proses yang lebih berkelanjutan dan lebih hujau.
Di samping itu, ujar Royke, BNI juga memberikan penawaran pembiayaan kendaraan listrik (EV) dengan suku bunga khusus dan persyaratan yang cukup ringan.
Bahkan, BNI juga mempersiapkan infrastruktur ekosistem kendaraan listrik, dengan menjadi bank pertama di Indonesia yang menggunakan skema kerjasama Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Partnership Investor Own Investor Operate (IO2) dari PT PLN Persero.
Royke juga menjelaskan BNI telah berkomitmen melakukan perhitungan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Scope 1, 2 dan 3 sehingga dapat menjadi acuan dalam mengukur keberhasilan perseroan dalam upaya menekan emisi karbon.
Pada periode pelaporan 2022, BNI melakukan penyesuaian metodologi perhitungan dalam hal klasifikasi sumber emisi untuk menghitung emisi khususnya scope 3.
Menghitung emisi meliputi, perjalanan dinas darat, perjalanan dinas udara, dan emisi pembiayaan dengan mengadopsi metodologi dari Partnership for Carbon Accounting Financials (PCAF).
Tidak hanya itu, BNI juga mulai menghitung emisi pembiayaan untuk debitur segmen menengah dan korporasi, yaitu sektor perkebunan perkebunan, industri turunan produk perkebunan, pertambangan dan perdagangan komoditas, industri pengolahan, industri perdagangan, pulp and paper, konstruksi, hingga PLTU.
Di dalam peta jalan ESG, BNI akan menghitung emisi GRK Scope 1 dan 2 untuk seluruh kantor BNI hingga kantor cabang pembantu (KCP) di seluruh Indonesia.
Saat ini, kata Royke, sedang dilakukan penyusunan pedoman dan format pengumpulan data sumber emisi agar ke depan perhitungan emisi dapat dilakukan lebih detail dan presisi.
"BNI berkomitmen untuk mendukung upaya Pemerintah mencapai nol emisi karbon pada tahun 2060, di mana perekonomian akan tumbuh melalui masa transisi dan akan mengarah pada penggunaan energi baru terbarukan (EBT)," kata Royke.
Baca juga: BNI dan Kementerian PUPR sinergi fungsikan hunian smart village di IKN
Baca juga: Hari Peduli Sampah Nasional, BNI beri bantuan peralatan Pos Pandai
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023