Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus memperteguh komitmen untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan terkait konservasi keanekaragaman hayati, pengelolaan hutan lestari, pengendalian pencemaran lingkungan maupun isu global perubahan iklim, dan kerusakan lingkungan.

Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK, Agus Justianto dalam pernyataan yang dikutip di Jakarta, Jumat, mengatakan pihaknya memperteguh komitmen dan tanggung jawab dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan seluruh umat manusia.

"Saat ini, dunia menghadapi tantangan yang berat. Bumi mengalami tantangan lipat tiga atau triple planet challenging, yaitu perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan polusi. Ketiganya itu saling terkait dan sangat mendesak untuk diatasi," kata Agus.

Baca juga: Sarwono: Perubahan iklim berdampak hilangnya keanekaragaman hayati

Di tengah krisis tersebut, pilihan terbaik adalah saling bekerja sama untuk melakukan akselerasi aksi-aksi nyata menghadapi tantangan itu.

Pandemi juga telah mengajarkan umat manusia bahwa tidak ada satu negara pun yang dapat mengatasi krisis sendirian. Perubahan iklim juga menuntut untuk mengedepankan multilateralisme, paradigma kolaborasi, dan kerja sama.

"Kita semua harus menjadi bagian dari solusi. Kita harus mencegah kenaikan suhu global agar tidak melebih 1,5 derajat Celcius," ucap Agus.

Lebih lanjut, ia menyampaikan kebijakan dan implementasi bidang lingkungan hidup dan kehutanan yang telah melalui langkah korektif akan terus dimantapkan dan ditingkatkan

Beberapa kebijakan dan implementasi nyata telah mengalami perubahan dan kemajuan, di antaranya, pertama, transformasi struktural dan produktivitas alam serta manusia untuk mengatasi kesenjangan dan mewujudkan kesejahteraan dalam hal akses kelola lahan.

Area hutan ditata melalui pemanfaatan hutan sosial seluas 12,7 juta hektare, pencadangan kawasan untuk Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) seluas 4,1 juta hektare.

Baca juga: Menteri LHK minta pemangku kebijakan waspadai praktik greenwashing

Perizinan korporat dikendalikan dan diproyeksikan akan bertransformasi dari sebelumnya 96 persen bagi korporat menjadi 71 sampai 69 persen. Sedangkan alokasi bagi masyarakat meningkat menjadi sekitar 29 sampai 31 persen.

Kedua, dalam konteks pengelolaan lanskap moratorium hutan alam primer dan gambut seluas lebih dari 66 juta hektare, restorasi dan perbaikan tata air gambut 3,4 juta hektare, rehabilitasi daerah aliran sungai dan mangrove, pergeseran paradigma pengelolaan hutan menjadi forest landscape management dan multi usaha kehutanan.

Ketiga, pencegahan hilangnya keanekaragaman hayati, perlindungan lahan basah dan habitatnya melalui konservasi kawasan serta perlindungan keanekaragaman hayati.

Keempat, penurunan angka deforestasi sampai titik terendah dalam sejarah Indonesia, yaitu 115 ribu hektare pada tahun 2020 dan menurun lagi pada tahun 2021.

Kelima, menapak maju kerja-kerja aksi iklim di berbagai sektor melalui penataan kawasan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan secara permanen, program kampung iklim, tata kelola sampah dan limbah dalam konsep ekonomi melingkar, dan nilai ekonomi karbon.

Baca juga: Pemprov Kaltim usulkan perubahan kawasan hutan ke KLHK RI

Baca juga: Bersiap hadapi perubahan iklim, KLHK gelar rakerteknas

Keenam, pengendalian emisi karbon melalui rencana operasional Indonesia's FOLU Net Sink 2030 untuk mengendalikan perubahan iklim.

Ketujuh, berkembangnya dan penguatan kebijakan regulasi dan instrumen kerja bidang lingkungan hidup dan kehutanan.

Kedelapan, membangun ketahanan iklim dengan upaya restorasi, di antaranya melalui rehabilitasi hutan dan lahan, pengelolaan dan pemulihan lahan gambut dan ekosistem mangrove.

"Berkaitan dengan pengendalian perubahan iklim, Indonesia terus berupaya untuk memimpin dan memberikan contoh," pungkas Agus.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023