Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin menyebut putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU RI menunda pelaksanaan Pemilu 2024 dengan memenangkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur janggal karena di luar kewenangannya.

"Putusan pengadilan negeri ini agak aneh, janggal, dan tidak lazim. Pengadilan negeri telah bertindak melampaui batas kewenangannya dan terkesan sangat dipaksakan," kata Yanuar dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Yanuar menjelaskan bahwa jalur penyelesaian sengketa verifikasi partai politik ada pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, sedangkan yang berkaitan dengan etika diselesaikan melalui Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Tak ada satu pun perintah dalam undang-undang yang memberi kewenangan kepada pengadilan negeri untuk memutus perkara perselisihan verifikasi partai politik," katanya.

Untuk itu, lanjut dia, PN Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan dalam menangani sengketa proses pemilu hingga menentukan penyelenggaraan pemilu.

"Aturan tentang penyelenggaraan pemilu, bahkan penundaan pemilu adalah domain undang-undang, dan kewenangan untuk membuat undang-undang ini dipegang
DPR dan pemerintah," ujarnya.

Yanuar menilai PN Jakarta Pusat tidak memahami hukum kepemiluan karena memenangkan gugatan perdata Partai Prima terkait sengketa sengketa proses pemilu.

Dia mempertanyakan tuntutan Partai Prima yang meminta penundaan tahapan pemilu karena merasa dirugikan tidak lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2024. meminta pembatalan keputusan KPU terkait.

Baca juga: Wakil Ketua DPD: Putusan PN Jakarta Pusat rusak hukum dan tata negara
Baca juga: Pimpinan Komisi II DPR minta MA dan KY ingatkan PN Jakpus

"Logikanya yang dituntut mestinya soal pembatalan keputusan KPU yang tidak meloloskan Partai Prima sebagai peserta pemilu," imbuhnya.

Oleh karena itu, kata dia, apabila PN Jakarta Pusat memahami aturan hukum kepemiluan seharusnya akan menolak gugatan Partai Prima tersebut.

Dia menyebut putusan kontroversial PN Jakarta Pusat itu tidak saja mengacaukan sistem pengambilan keputusan berkaitan dengan seluk beluk pemilu, namun semakin membuat keadaan lebih tidak terkendali.

"Seakan tidak ada lagi kepastian hukum dan hubungan kewenangan antarinstitusi di negara ini. Semua lembaga bisa semau-maunya bikin putusan," terangnya.

Bahkan, papar dia, putusan PN Jakarta Pusat yang disebutnya sebagai "kejahatan hukum" itu menyiratkan masih adanya kekuatan yang menghendaki Pemilu 2024 untuk ditunda.

"Semakin membenarkan asumsi publik bahwa masih ada kekuatan yang menghendaki Pemilu 2024 ditunda. Kekuatan ini tak berhenti untuk mencari celah penundaan Pemilu 2024," ucapnya.

Termasuk, ujarnya, membuat DPR kehilangan kendali atas kewenangannya karena mengalienasi lembaga legislatif itu untuk dapat ikut campur dalam urusan tersebut.

"Parpol koalisi pemerintah juga dibikin tak berkutik menghadapi sepak terjang para 'penjahat hukum' ini," kata Yanuar.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023