Pencegahan dilakukan dengan identifikasi sedini mungkin pada berbagai kelompok usia
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI-KL) Yussy Afriani Dewi mengemukakan 60 persen gangguan pendengaran pada manusia dapat dicegah.
"Pencegahan dilakukan dengan identifikasi sedini mungkin pada berbagai kelompok usia," ujar Yussy Afriani Dewi di Jakarta, Jumat.
Penyebab utama gangguan pendengaran adalah tuli kongenital, infeksi telinga atau congek, tuli akibat bising, tuli karena faktor usia, dan tuli karena kotoran telinga. Tapi, 60 persen kasus pendengaran bisa dicegah
Deteksi dini pendengaran, lanjutnya, yang paling pertama adalah skrining pada bayi baru lahir dan balita. Kemudian skrining pada anak dan pra usia sekolah, pada individu terpapar bising atau zat kimia yang terus-menerus, pada individu terpapar obat ototoksik karena beberapa obat dapat menyebabkan gangguan dengar, dan pada usia tua.
Ia mengatakan upaya menjaga kesehatan pendengaran dapat dilakukan dengan deteksi dini adanya gangguan pendengaran, menghindari kebisingan, pola hidup bersih dan sehat, memperhatikan kebersihan liang telinga, tidak minum obat ototoksik dalam jangka panjang tanpa konsultasi dengan dokter.
"Hindari membersihkan telinga sendiri, hindari mengorek-korek telinga, hindari penggunaan earphone dengan volume keras dalam waktu lama," ujarnya.
Baca juga: Penggunaan headphone berlebih bisa memicu gangguan pendengaran
Ia mengatakan pemerintah menargetkan peningkatan layanan skrining gangguan pendengaran hingga 20 persen pada 2023, yang mencakup sasaran bayi baru lahir, layanan masyarakat dewasa dengan gangguan dengar yang menggunakan alat bantu dengar dan implan, dan menurunkan 20 persen angka infeksi telinga kronis dan gangguan dengar pada anak sekolah usia 5-9 tahun.
Perwakilan dokter dari Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (Perdoki) Handoyo mengatakan gangguan dengar juga bisa disebabkan oleh lingkungan kerja yang bising.
kebisingan di tempat kerja dapat menyebabkan gangguan kesehatan bila kebisingan melampaui 85 desibel selama 8 jam terus-menerus setiap hari. Kebisingan tersebut dapat berasal dari mesin, peralatan kendaraan, dan proses industri.
"Gangguan pendengaran akibat bising yaitu ketulian bersifat sementara atau permanen. Jadi tidak langsung tuli tetapi bertahap, pelan-pelan pendengarannya menurun dan bisa pulih lagi. Namun jika tidak diatasi segera dapat mengakibatkan ketulian permanen," katanya.
Pencegahan gangguan pendengaran di tempat kerja, kata Handoyo, dapat dilakukan pencegahan primer dan sekunder, lewat pemeriksaan kesehatan kesehatan pendengaran calon karyawan serta pemeriksaan kesehatan tahunan.
Baca juga: Kemenkes: Cegah gangguan pendengaran dengan deteksi dini
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023