ASN harus memiliki integritas, profesional, netral, dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik KKN.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan aparatur sipil negara (ASN) harus bersikap dan berperilaku mencerminkan integritas, moralitas, dan profesionalitas sebagai pelayan negara, alih-alih memamerkan kekayaan di hadapan rakyat.
"Para pejabat harus mampu menjaga integritas dan perilakunya, baik dirinya maupun keluarganya. Bukan sebaliknya, pamer kekayaan dengan gaya hidup yang berlebihan di luar kepantasan," kata Didik dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dengan mengedepankan integritas, Didik berharap ASN mampu mengelola penghasilan dan kekayaan yang diterima serta gaya hidupnya dengan bijak, termasuk tidak terlibat dalam praktik korupsi atau penerimaan suap.
"ASN harus memiliki integritas, profesional, netral, dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)," ujarnya.
Didik mengatakan bahwa ASN juga harus menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar lingkungan kedinasan.
"Serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa," tuturnya.
Menurut dia, hal tersebut dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
"Perwujudan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi dimulai dari dirinya dan keluarganya," ucapnya.
Baca juga: Sri Mulyani sebut mayoritas pegawai Kemenkeu bekerja jujur
Baca juga: Stafsus Menkeu sebut RAT masih terima gaji sebagai ASN
Pejabat negara tidak dilarang untuk kaya sejauh sumber kekayaannya tersebut didapatkan secara bersih. Selain itu, lanjut dia, tidak melakukan cara-cara curang demi meraup keuntungan pribadi.
"Pejabat kaya tidak dilarang asal sumbernya halal dan legal. Asal pengelolaannya transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab. Asal taat pajak, taat hukum, dan transparan melaporkannya, tidak menggunakan perantara atau nomine untuk memilikinya," jelasnya.
Hal tersebut, kata dia, merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Diatur dengan tentang kode etik, apa yang dilarang, apa kewajibannya, dan juga sanksi atas pelanggarannya," katanya pula.
Didik pun mendukung pelibatan berbagai elemen masyarakat untuk ikut mengawasi harta kekayaan pejabat negara guna mencegah potensi penyimpangan melalui berbagai medium, termasuk media sosial.
"Pengawasan harus dilakukan secara utuh baik internal/inspektorat, penegak hukum, masyarakat, dan pers. Secara prinsip, saya sangat setuju dengan pelibatan masyarakat sebanyak mungkin untuk mengawasi para pejabatnya melalui berbagai media," kata Didik.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyinggung perihal kekecewaan masyarakat karena kasus oknum pejabat dan keluarga mantan pejabat di Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan yang kerap pamer harta di media sosial.
"Saya baca baik di lapangan maupun di media sosial karena peristiwa di pajak dan di Bea Cukai, saya tahu betul, mengikuti kekecewaan masyarakat terhadap aparat kita, terhadap pemerintah," kata Presiden Jokowi saat membuka Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis.
Jokowi mengatakan tidak hanya oknum aparat pajak dan Bea Cukai, tetapi seluruh pejabat dan aparat pemerintah di berbagai bidang tidak boleh pamer harta dan kuasa ke masyarakat. Jika pejabat sering pamer kuasa, harta, dan memberikan pelayanan yang buruk, rakyat bisa kecewa.
"Karena pelayanan dianggap tidak baik, kemudian perilaku aparat jemawa dan pamer kuasa, lalu pamer kekayaan, hedonis," kata Presiden.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023