Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Puadi menyampaikan joki petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) dapat dikenai sanksi pidana kurungan maksimal satu tahun penjara, meskipun istilah joki tidak ada dalam Undang-Undang tentang Pemilu.
"Joki pantarlih bisa dipidana dengan menggunakan konstruksi Pasal 203 juncto Pasal 488 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal ini menyebutkan larangan bagi setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar mengenai diri sendiri atau orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih dan perbuatan ini dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp2 juta," ujar Puadi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Selain itu, lanjut dia, pantarlih yang memanfaatkan jasa joki pun dapat dijatuhi sanksi pidana, sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 510 UU Pemilu. Pasal itu menyebutkan seseorang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dijatuhi sanksi pidana penjara maksimal dua tahun dan denda maksimal sebanyak Rp24 juta.
Sebelumnya, persoalan dugaan adanya joki pantarlih itu diungkap oleh Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati berdasarkan pemantauan terhadap tahapan coklit yang dilakukan oleh pihaknya.
"Juga muncul joki pantarlih. Misalnya, sebanyak 176 di Tasikmalaya, Jawa Barat," kata Neni, dalam diskusi media di Media Center Bawaslu RI, Jakarta, Rabu (1/3).
Baca juga: Bawaslu RI tunggu respon presiden terkait akses data DP4
Baca juga: FKUB dan parpol deklarasi tolak kegiatan politik di rumah ibadah
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023