Bandarlampung (ANTARA) - Kemajemukan (pluralisme) agama di Indonesia ini telah berlangsung lama. Indonesia, umumnya dikenal sebagai bangsa yang ramah dan toleran, termasuk dalam kehidupan beragama.
Toleransi mengandung pengertian sikap seseorang untuk menerima perasaan, kebiasaan, pendapat atau kepercayaan yang berbeda dengan yang dimilikinya.
Namun, dalam beberapa pekan ke belakang, tepatnya pada Minggu (19/2) jagat media sosial dihebohkan adanya penghentian dan pembubaran paksa jemaat Kristen di Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD), di Jalan Soekarno-Hatta Gang Anggrek RT 12, Kelurahan Rajabasa Jaya, Kota Bandarlampung, oleh sejumlah oknum.
Kejadian yang viral tersebut telah mencederai toleransi antarumat beragama yang dibangun dengan baik oleh bangsa ini, termasuk di Kota Bandarlampung.
Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Bandarlampung menyayangkan adanya sejumlah oknum yang secara paksa melakukan penghentian ibadah jemaat GKKD, sebab hal tersebut sudah merusak kerukunan di kota setempat karena kelakuan yang kurang arif.
Ketua FKUB Bandarlampung Purna Irawan mengatakan kerukunan umat beragama itu ditentukan oleh dua faktor, yakni sikap dan perilaku umat beragama itu sendiri serta kebijakan negara/pemerintah yang kondusif.
Dalam kehidupan sehari-sehari dengan kemajemukannya, sudah pasti akan terdapat sebuah dinamika. Semua masalah tersebut harus disikapi dengan komunikasi yang baik, sehingga harmoni keberagamaan pun terjaga.
"Dan dalam kenyataannya, hubungan antarpemeluk agama di Indoensia selama ini sangat harmonis, termasuk di Bandarlampung," kata Purna, dalam perbincangan dengan Antara.
Terkait kejadian viral penghentian paksa ibadah jemaat GKKD oleh sejumlah oknum pamong setempat, kedua belah pihak telah melakukan perdamaian.
FKUB Bandarlampung mengapresiasi proses perdamaian antara kedua belah pihak. Pada proses perdamaian kedua belah pihak terlihat sangat elegan dengan melakukan musyawarah dan dialog satu sama lain serta mengakui kekurangan masing-masing.
Hal itu menunjukkan bahwa perbedaan selalu ada di tengah masyarakat, namun bagaimana semua pihak dapat menyikapi kemajemukan agama itu pada posisi yang benar, sehingga bisa menjadi sebuah kekuatan, bukan mlah sebaliknya, terjadi perpecahan.
Dalam mengawal iklim harmoni keberagamaan di Bandarlampung, FKUB telah melakukan berbagai upaya, seperti dialog antartokoh agama, kemudian melakukan kemah pemuda lintas agama, olahraga lintas agama, melaksanakan "Anjau Silau" atau silahturahim kepada organisasi-organisasi keagamaan dan rumah ibadah, termasuk menyosialisasikan Peraturan Bersama Menteri (PBM).
Dengan sikap saling menghargai antarpemeluk agama dan bersama-sama bertoleransi tentu kerukunan beragama akan terjaga. Sebab untuk merawat kerukunan tidak bisa dari satu pihak saja yang menunjukkan sikap toleransi, namun harus kedua belah pihak.
FKUB pun berharap ke depan, baik di Bandarlampung maupun di bangsa Indonesia, tidak ada lagi permasalahan agama antarsatu sama lain, karena tidak ada satu agama pun yang mengajarkan keburukan kepada orang lain.
Hanya saja yang kerap terjadi memang bukan pada tataran masalah agamanya, tapi saat kita melakukan kegiatan itu di lokasi mana, harus diatur negara. Pengaturan itu penting untuk menjaga gesekan di masyarakat
Oleh sebab itu, diharapkan pula kepada kepada semua pihak, di samping mereka harus taat kepada agamanya masing-masing, juga menaati peraturan yang telah dibuat oleh negara.
Ke depan, para pemeluk agama, saat melaksanakan peribadatan dan mendirikan rumah ibadah, harus mengikuti aturan yang ditetapkan oleh negara.
Kemudian, jika terdapat ketegangan antarpemeluk agama karena permasalahan tempat ibadah, penyelesaiannya pun tidak dengan sikap anarkis yang bisa mencuat di media sosial dan belum tentu kebenarannya.
Bagi FKUB. taat kepada agama itu juga mengandung pesan agar umatnya juga taat dengan aturan yang ditetapkan oleh negara. FKUB juga berharap semua pihak menyadari itu, sehingga tidak timbul sikap mencari siapa menang atau kalah. Jika terjadi permasalahan terkait agama, seluruh pihak harus berada pada saluran yang betul sehingga tidak merugikan siapapun.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Lampung Puji Raharjo mengungkapkan bahwa tidak ada pemeluk agama di bangsa ini yang menginginkan permasalahan. Semua pihak dipastikan menginginkan kerukunan dan kedamaian dan suasana harmonis di tengah masyarakat.
Guna mencapai kedamaian dan keamanan antarsesama pemeluk agama, semua pihak harus membangun hubungan yang harmonis antarumat yang mencintai keyakinannya masing-masing.
Bagi Kementerian Agama Lampung, yang perlu diingat bahwa apapun agama, suku, dan warna kulit warga negara, semua tetap dalam satu bingkai sebagai Bangsa Indonesia.
Karena itu masyarakat hendaknya tidak mudah terpengaruh dan terprovokasi dengan konten-konten di media sosial terkait permasalahan agama yang beredar di media sosial. Sebaiknya masyarakat bisa menyaring mana informasi yang benar dan tidak benar atau hoaks. Dengan sikap itu, maka siapapun tidak akan mudah terpancing oleh satu isu tertentu yang dapat merusak tatanan sosial yang telah berjalan baik.
Dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban serta suasana keagamaan yang harmonis dan rukun antarpemeluk agama, Kanwil Kemenag Lampung juga telah melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Kepolisian Daerah Lampung, serta tokoh agama.
Terkait dengan rumah ibadah, diharapkan semua pemeluk agama memperhatikan dan memahami peraturan yang sudah dimuat di Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006 Bab IV dan V tentang Pendirian Rumah Ibadat dan Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung.
Jika semua patuh pada peraturan tersebut, maka pelaksanaan ibadah di lingkungan akan dapat berjalan dengan kondusif. Untuk semua, mari kita jaga rumah bersama ini agar terus selalu dalam keadaan damai.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023