Kupang (ANTARA) - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyatakan perlu adanya kajian mendalam dalam penerapan kebijakan kegiatan belajar mengajar (KBM) mulai pukul 5.30 Wita bagi siswa SMA/SMK di provinsi itu.
"Perlu dilakukan kajian mendalam dan sosialisasi terkait pelaksanaan KBM pukul 05.30 Wita yang melibatkan pemangku kepentingan di bidang pendidikan," kata Ketua PGRI Provinsi NTT Simon Petrus Manu dalam keterangan yang diterima di Kupang, Rabu.
Ia menyampaikan hal itu berkaitan dengan sikap PGRI Provinsi NTT terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi NTT menerapkan KBM mulai pukul 5.30 Wita untuk 10 SMA/SMK di Kota Kupang.
Baca juga: DPRD NTT kaget soal kebijakan sekolah jam lima pagi SMA/SMK
Baca juga: FSGI minta kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 WITA di NTT dibatalkan
Petrus Manu mengatakan PGRI memandang bahwa pelaksanaan pembelajaran mulai pukul 05.30 Wita lebih cocok untuk sekolah dengan sistem asrama.
Usia rata-rata peserta didik pada jenjang SMA/SMK, kata dia, adalah 15-17 tahun dan masih berkategori anak-anak yang membutuhkan waktu istirahat yang cukup.
Selain itu, pada rentang waktu pukul 05.00-05.30 pagi, banyak siswa yang masih kesulitan dalam mendapat transportasi umum ke sekolah.
"Khususnya untuk siswa perempuan sangat rawan terhadap begal dan ancaman tindakan asusila seperti ancaman pemerkosaan, kekerasan seksual dan lainnya.
Petrus Manu mengatakan pemerintah provinsi menerapkan kebijakan tersebut untuk mendorong SMA/SMK di NTT agar masuk dalam 200 sekolah terbaik secara nasional. Namun, KBM mulai pukul 05.30 Wita bukanlah indikator keberhasilan, baik dari aspek biologis dan psikologis.
Baca juga: Orang tua wali murid nilai kebijakan sekolah jam 5.30 WITA tak efektif
Baca juga: P2G minta kaji lebih lanjut kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 Wita
Menurut dia, jika kebijakan KBM pukul 05.30 Wita tersebut dibuat untuk alasan penguatan pendidikan karakter peserta didik, tidak akan efektif.
"Penguatan pendidikan karakter sebaiknya dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan merdeka belajar atau penguatan profil pelajar Pancasila," katanya.
PGRI NTT menyarankan agar pemerintah provinsi perlu duduk bersama dengan semua pihak untuk mengkaji indikator keberhasilan belajar terkait menuju 200 sekolah terbaik di Indonesia.
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023