Sebagai (pendapat) pribadi memperjuangkan kemerdekaan dengan mengambil kemerdekaan orang itu bukan cara yang bijak tentunya

Jakarta (ANTARA) - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebut tindakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua untuk memperjuangkan kemerdekaan dengan cara merebut hak kemerdekaan milik orang lain tidak bijak.

Hal tersebut disampaikan-nya merespons penyanderaan pilot Susi Air berkebangsaan Selandia Baru Philip Mark Mehrtens yang dilakukan oleh KKB pimpinan Egianus Kogoya.

"Sebagai (pendapat) pribadi memperjuangkan kemerdekaan dengan mengambil kemerdekaan orang itu bukan cara yang bijak tentunya," kata Susi saat konferensi pers di Jakarta Timur, Rabu.

Susi pun mengaku tak habis pikir dengan tindakan yang dilakukan oleh KKB di Papua, sehingga imbas-nya turut menimpa masyarakat Papua secara keseluruhan.

"Untuk saya pribadi apa yang terjadi ini adalah hal yang sangat-sangat tidak kita harapkan, dan kita tak habis pikir," ujarnya.

Hal tersebut, kata dia, karena mobilitas masyarakat di Papua kini menjadi sulit, sebab operasional penerbangan pesawat Susi Air yang kerap menjadi andalan transportasi di wilayah pegunungan itu terganggu.

"Kehadiran Susi Air sangat signifikan di Papua dan saat ini dengan kejadian ini tentu mengagetkan kami, menyedihkan, kami juga tidak habis pikir," ucapnya.

Ia menjelaskan bahwa Susi Air telah melayani penerbangan di Papua sejak 2006 lalu dengan rata-rata 60-100 penerbangan setiap harinya melalui pesawat jenis caravan dan pilatus porter.

"Dari satu pesawat, dua pesawat, sampai 22 pesawat terbang di Papua," imbuhnya.

Baca juga: Susi: Penyanderaan sebabkan masyarakat Papua kehilangan pemenuhan hak

Baca juga: Pangdam Cenderawasih: Lokasi pilot Susi Air berpindah-pindah

Susi mengatakan sejak tahun 2012, Susi Air mendapat kontrak perintis dari pemerintah dengan subsidi untuk melayani rute perintis di wilayah Papua karena maskapai pesawat yang ada sebelumnya tidak lagi beroperasi.

"Rute perintis itu adalah rute yang ditentukan oleh pemerintah untuk diterbangi dan 65 persen disubsidi pemerintah, jadi tiket-nya tiket murah Rp250 ribu saja kita jual sebagian dibayar pemerintah kepada kami," ungkapnya.

Selain mobilitas yang terganggu, Susi menyebut masyarakat Papua juga kehilangan pemenuhan hak-hak kebutuhan dasarnya, karena distribusi logistik menjadi terkendala akibat terganggunya operasional penerbangan pesawat Susi Air.

"Karena kita juga mengangkut bahan bakar, mengangkut makanan, mengangkut segala macam yang dibutuhkan, membawa yang sakit dapat pengobatan, membawa program-program pemerintah untuk kemajuan masyarakat Papua," ujarnya.

Sebagai pendiri/pemilik maskapai penerbangan Susi Air, ia pun menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Papua karena terganggunya mobilitas dan distribusi logistik sebagai imbas penyanderaan pilot Philip Mark Mehrtens oleh KKB pimpinan Egianus Kogoya.

"Selebihnya saya sebagai founder dan pemilik Susi Air minta maaf ke Masyarakat Papua, Pemda, dan pengguna Susi Air di Papua yang sekarang ini jadi terganggu karena 70 persen dari penerbangan porter kita jadi berhenti sekarang," kata Susi.

Sebelumnya, Senin (27/2), Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa menyatakan bahwa hingga kini TNI-Polri terus berupaya membebaskan pilot Susi Air dari tangan KKB pimpinan Egianus Kogoya.

Baca juga: BNPT minta aparat tidak ragu gunakan hukum terorisme tindak KKB

KKB bersama sandera-nya selalu berpindah-pindah tempat sehingga sampai saat ini belum dapat diketahui pasti posisinya, kata Mayjen TNI Saleh kepada ANTARA di Wamena.

"Mudah-mudahan pilot Philip Mark Merthens segera dapat dibebaskan dengan keadaan selamat," harap Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Saleh.

Sebelumnya Kapolda Papua Irjen Pol. Fakhiri menyatakan, KKB pimpinan Egianus Kogoya meminta senjata api dan amunisi untuk dibarter atau ditukar dengan pilot Susi Air yang masih disandera.

Pilot Philip yang membawa pesawat Pilatus milik Susi Air disandera KKB sejak Selasa (7/2) setelah membakar pesawat tersebut di lapangan terbang Paro, Kabupaten Nduga.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023