Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyatakan bahwa selama lebih dari seperempat abad terakhir tidak ada kemajuan dalam upaya perlucutan senjata nuklir.

Dalam Konferensi tentang Perlucutan Senjata di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jenewa pada Selasa (27/2), dia mengatakan bahwa dunia tanpa senjata nuklir masih jauh dari kenyataan.

“Konferensi tentang Perlucutan Senjata tidak lagi menghasilkan outcome yang berarti guna memastikan dunia yang bebas senjata nuklir,” kata Retno, ketika menyampaikan pengarahan pers secara daring melalui kanal YouTube resmi Kemlu RI, Rabu.

Kemandekan dalam upaya perlucutan senjata, menurut dia, disebabkan oleh tidak adanya kemauan politik.

Terlebih situasi keamanan global saat ini sangat rumit dan mentalitas Perang Dingin masih ada.

Di tengah situasi ini, Retno memaparkan bahwa negara-negara pemilik senjata nuklir terus memodernisasi persenjataan nuklir dan bersikukuh dengan pencegahan penggunaan senjata nuklir (nuclear deterrence) dalam doktrin militer mereka.

“Tanpa aksi nyata yang tegas, saya sampaikan bahwa bencana nuklir hanya soal waktu dan risiko ini semakin besar seiring menajamnya rivalitas di antara kekuatan besar,” ujar dia.

Sebagai contoh, Retno menyebutkan, Rusia bahkan menangguhkan partisipasinya dalam Traktat Pengurangan Senjata Nuklir dengan Amerika Serikat yang disebut the New START.

Baca juga: Indonesia serukan aksi nyata dorong perlucutan senjata nuklir

Rekomendasi
Untuk memastikan adanya aksi nyata dalam mencapai perlucutan senjata nuklir, Retno menyerukan agar negara-negara membangkitkan kembali kemauan politik mereka.

Salah satu hal penting adalah tercapainya Negative Security Assurances yang mengikat secara hukum, yaitu jaminan bahwa negara pemilik senjata nuklir tidak akan menggunakan senjata nuklir kepada negara non pemilik senjata nuklir.

Kemudian, dia menyampaikan pentingnya untuk memperkuat arsitektur perlucutan senjata nuklir dan non proliferasi, salah satunya dengan mendorong ratifikasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir.

“Saat ini, Indonesia tengah dalam proses ratifikasi traktat tersebut dan kita harapkan negara-negara lain melakukan hal yang sama,” tutur Retno.

Selain itu, penggunaan nuklir untuk tujuan damai harus betul-betul dijaga agar tidak diselewengkan menjadi senjata.

Selanjutnya, Retno juga mengatakan perlunya memfasilitasi kepatuhan terhadap zona bebas senjata nuklir.

Zona bebas senjata nuklir merupakan elemen penting dalam mewujudkan perlucutan senjata nuklir global.

Sebagai Ketua ASEAN tahun ini, Retno menegaskan bahwa Indonesia akan terus memajukan zona bebas senjata nuklir di kawasan Asia Tenggara melalui penandatanganan Protokol Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara, atau disebut Bangkok Treaty, oleh negara pemilik senjata nuklir.

“Dalam pertemuan, sejumlah negara menyampaikan kekhawatiran yang sama dengan Indonesia agar semua pihak menunjukkan kemauan politik untuk mencapai kemajuan perlucutan senjata,” ujar Retno.

Selain itu, perang di Ukraina dan perkembangan terakhir terkait mundurnya Rusia dari New START Treaty—yang semakin meningkatkan risiko penggunaan senjata nuklir—masih menjadi keprihatinan banyak negara yang berpartisipasi dalam konferensi PBB tersebut.

Keprihatinan terhadap proliferasi senjata nuklir di Semenanjung Korea, isu Perjanjian Nuklir Iran (JCPOA), dan rezim verifikasi pengamanan oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) adalah beberapa isu yang dibahas oleh negara-negara dalam pertemuan itu.

“Sejauh ini, belum ada proposal konkret yang disampaikan negara-negara untuk mendorong perkembangan yang signifikan di dalam konferensi tersebut. Sejumlah negara menyampaikan apresiasi atas pernyataan Indonesia dalam pertemuan yang dinilai konstruktif,” ujar Retno.

Baca juga: Arab Saudi: Kawasan 'sangat berbahaya' jika pakta nuklir Iran tidak dicapai

Baca juga: Menlu Finlandia: Ancaman nuklir Rusia alasan bergabung dengan NATO

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2023