Singapura (ANTARA) - Dolar memulai bulan dengan pijakan yang kuat di awal sesi Asia, karena skenario suku bunga AS yang lebih tinggi untuk jangka waktu lebih lama menjadi pusat perhatian.
Sementara Aussie turun setelah serangkaian data ekonomi menunjukkan ekonomi melambat dan tanda-tanda bahwa inflasi mungkin sudah melewati puncaknya.
Perekonomian Australia tumbuh pada laju terlemah dalam satu tahun di kuartal terakhir, sementara harga konsumen bulanan negara itu naik kurang dari yang diharapkan pada Januari, data terpisah menunjukkan pada Rabu.
Aussie merosot setelah data jatuh ke palung dua bulan, dan terakhir 0,47 persen lebih rendah pada 0,6697 dolar AS.
"Saya pikir pelaku pasar akan mencermati indikator IHK (Indeks Harga Konsumen) Januari untuk mengukur prospek jangka pendek kebijakan bank sentral (Reserve Bank of Australia/RBA)," kata Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia (CBA).
"Tetapi mengingat apa yang dikatakan RBA pada pertemuan terakhir, mereka tampaknya telah mengambil keputusan dan ingin menaikkan suku bunga lebih lanjut."
Euro tergelincir 0,08 persen menjadi 1,0567 dolar, setelah gagal naik terhadap greenback di sesi sebelumnya, bahkan saat inflasi di dua ekonomi terbesar zona euro naik secara tak terduga pada Februari dan mendorong ekspektasi kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Eropa (ECB).
"Sementara inflasi AS yang masih tinggi menambah lebih banyak pengetatan Fed, inflasi kawasan euro lebih tinggi dan lebih kaku pada tahun 2023, dan ECB memiliki lebih banyak pengetatan yang harus dilakukan daripada Fed," kata Thierry Wizman, ahli strategi suku bunga dan valas global Macquarie.
Sterling turun 0,02 persen menjadi 1,2015 dolar, membalikkan lonjakan 1,0 persen pada awal pekan setelah Inggris mencapai kesepakatan perdagangan Irlandia Utara pasca-Brexit dengan Uni Eropa.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak berada di Irlandia Utara dan kemudian bertemu dengan anggota parlemennya sendiri pada Selasa (28/2/2023) untuk menjual kesepakatan baru tersebut.
Terhadap sekeranjang mata uang, indeks dolar 0,09 persen lebih tinggi pada 105,07, setelah naik hampir 3,0 persen pada Februari, kenaikan bulanan pertama sejak September lalu.
Ketangguhan ekonomi terbesar di dunia itu, didukung oleh serangkaian data ekonomi kuat yang dirilis dalam beberapa pekan terakhir, telah meningkatkan ekspektasi pasar akan puncak suku bunga AS yang lebih tinggi, karena Federal Reserve berjuang untuk menjinakkan inflasi.
Perkiraan pasar berjangka saat ini menunjukkan puncak sekitar 5,4 persen pada suku bunga dana Fed pada September.
"Kami memperkirakan The Fed akan naik ke 5,5 persen, dengan peningkatan risiko sebesar 6,0 persen," kata Michael Every, ahli strategi global di Rabobank. "The Fed mendaki. Yang lain tidak bisa mengikuti atau menandingi. Dolar akan melonjak."
Di tempat lain, dolar naik 0,12 persen terhadap yen Jepang menjadi 136,38, setelah melonjak hampir 5,0 persen terhadap yen pada Februari, kenaikan bulanan terbesar sejak Juni lalu.
Kiwi turun 0,28 persen menjadi 0,6167 dolar AS, sementara yuan di pasar luar negeri China turun sedikit ke 6,9603 per dolar.
PMI (Indeks Manajer Pembelian) manufaktur resmi China Februari akan dirilis pada Rabu, dengan aktivitas pabrik di ekonomi terbesar kedua di dunia itu diperkirakan terus tumbuh bulan lalu.
"Saya mengharapkan laporan yang solid dalam pembacaan PMI hari ini di China, tapi saya ragu laporan yang kuat akan memberikan dorongan besar untuk yuan, mengingat fakta bahwa pasar tampaknya fokus pada prospek jangka pendek untuk kebijakan FOMC, yang masih mendukung dolar AS," kata Kong dari CBA.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023