Jakarta (ANTARA News) - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi mengatakan kenaikan nilai impor sebesar sembilan persen selama Januari-September 2012 tergolong wajar karena masih didominasi bahan baku/penolong dan barang modal.
"Kenaikan impor untuk bahan baku dan barang modal merupakan hal yang positif bagi industri, terutama jika produk yang dihasilkan akan kembali diekspor," kata Bayu saat memberikan keterangan pers tentang kinerja perdagangan di Kementerian Perdagangan Jakarta, Jumat.
Menurut data Kementerian Perdagangan, nilai impor selama Januari-September 2012 mencapai 141,97 miliar dolar AS atau meningkat 9,18 persen dibandingkan dengan nilai impor pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar 130,03 miliar dolar AS.
Sementara pada September 2012, nilai total impor tercatat sebesar 15,35 miliar dolar AS atau naik 11,12 persen dibandingkan nilai impor bulan sebelumnya serta naik 1,19 persen dibandingkan kurun yang sama tahun lalu.
Bayu mengatakan kenaikan nilai impor impor bahan baku/penolong sebesar 6,6 persen (y-o-y) menjadi 103,4 miliar dolar AS masih lebih rendah dari peningkatan tahun sebelumnya yang sebesar 37,2 persen.
"Sementara impor barang konsumsi hanya meningkat 0,6 persen menjadi 10 miliar dolar, jauh lebih rendah dari lonjakan impor tahun lalu," kata Bayu.
Bayu mengatakan berdasarkan data empiris selama tiga tahun terakhir (2010-2012), ada hubungan antara peningkatan investasi dengan peningkatan impor barang modal dan bahan baku/penolong dalam selang waktu sekitar enam bulan.
"Lonjakan impor barang modal dan bahan baku/penolong didorong oleh membaiknya realisasi aktivitas investasi dan meningkatnya keluaran industri di tanah air," kata Bayu.
Komoditas utama pendorong peningkatan impor nonmigas selama Januari-September antara lain mesin/pesawat mekanik, mesin/peralatan listrik, besi dan baja, kendaran dan bagiannya, plastik & barang plastik, dan bahan kimia organik.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari-September 2012 masih Cina (19,31 persen), Jepang (15,58 persen) dan Thailand (7,72 persen).
(P012)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2012