Ismael, seorang ibu baru, melakukan itu demi menyelamatkan bayinya yang berusia tiga bulan yang jatuh sakit karena kekurangan gizi.
Di Dadaab, dia berharap dapat bebas dari kelaparan dan penyakit di desanya di Somalia.
Somalia dilanda kekeringan terburuk dalam beberapa dekade dan lonjakan harga pangan yang membuat jutaan orang membutuhkan bantuan.
Namun, saat di Dadaab, Ismael justru menemui tanah yang tandus, kependudukan yang sangat padat, dan rendahnya sumber daya. Dadaab adalah salah satu kamp pengungsi terbesar di dunia dan tempat tinggal bagi 300.000 orang.
Ismael menjelaskan bahwa bayinya, yang kepalanya membengkak karena kekurangan gizi ekstrim, belum membaik meskipun telah dirawat di sebuah bangsal khusus.
"Belum ada perbaikan," kata Ismael sambil menggendong bayinya.
Sebagian wilayah Somalia berada di ambang kelaparan setelah mengalami musim hujan yang tidak hadir selama lima tahun berturut-turut.
Dalam dua tahun terakhir, kekeringan memaksa satu juta warga Somalia mengungsi, dan sekitar 100.000 orang Somalia mengungsi ke Kenya, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sedikitnya 6.000 orang Somalia sampai di Kamp Dadaab sejak awal 2023, tetapi para pekerja bantuan mengungkapkan jumlah sebenarnya dari orang yang membutuhkan bantuan adalah lima kali jumlah yang terdaftar di PBB.
"Para pendatang baru menyebabkan kelangkaan pada sumber daya untuk penduduk di sini," kata Dr. Marvin Ngao, pejabat medis Komite Penyelamatan Internasional (IRC), sebuah organisasi bantuan yang menjalankan fasilitas kesehatan di Dadaab.
Suasana di Kompleks Pengungsi Dadaab diramaikan oleh jalanan berdebu yang ramai, hamparan toko, dan rumah-rumah darurat yang dibangun dari terpal putih yang dikirim oleh PBB.
Orang Somalia mulai mengungsi ke Dadaab pada 1991, sejak perang saudara terjadi di negara itu.
Pada 2022, 32 anak meninggal karena kekurangan gizi di bagian kamp yang dikelola oleh IRC, kata Ngao.
Organisasi-organisasi bantuan mengalami kesulitan untuk menutupi kekurangan bantuan di Dadaab.
Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengatakan bahwa pihaknya hanya mendapat dana bantuan sekitar setengah dari 11,1 juta dolar AS (Rp169,4 miliar) yang dibutuhkan untuk operasinya di Kenya utara.
Kepadatan penduduk juga memicu penyebaran penyakit menular seperti kolera. Sejak Oktober lalu, terdapat ratusan kasus kolera, menurut IRC.
Sumber: Reuters
Baca juga: Helikopter penjaga perdamaian jatuh di Somalia, tiga orang tewas
Baca juga: Sedikitnya 10 tewas dalam serangan Al Shabaab di ibukota Somalia
Penerjemah: Kenzu Tandiah
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023