Kalau bangun rumah minimal salurannya 30 sentimeter, kalau kawasan padat penduduk ya 60 centimeter. Kalau tidak ada saluran, terus mau dibuang ke mana airnya ketika hujan
Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mewajibkan pembangunan rumah di Kota Pahlawan, Jawa Timur, minimal harus memiliki saluran air selebar 30-60 sentimeter, sebagai upaya mengatasi banjir dan jalan rusak salah satunya.
"Saya berharap kepada warga, lurah, dan camat, kalau kampungnya banjir maka setiap rumah itu punya kewajiban membuat saluran 60 sentimeter. Tapi yang ada saat ini ada yang kurang dari 60 centimeter," kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di Surabaya, Senin.
Menurut dia, dalam mengatasi banjir dan jalan rusak di Surabaya itu bukan hanya tugas Pemkot Surabaya, melainkan tugas bersama masyarakat Surabaya.
Jika masih ada saluran di perkampungan itu lebarnya 10-20 sentimeter, lanjut dia, maka bisa dibongkar bersama, kemudian Pemkot Surabaya bisa membantu membangun saluran baru menjadi 60 sentimeter.
"Uangnya dari mana? Ya tidak semua dari APBD, nanti mungkin bisa 30 persen dari warga, 70 persennya dari kami. Dengan cara itu, maka warga akan saling memiliki dan menjaga lingkungannya," ujar Cak Eri panggilan sapanya .
Ia menegaskan jangan sampai warga menggantungkan permasalahan banjir kepada pemerintah sepenuhnya, karena setiap rumah memiliki kewajiban membangun saluran selebar 60 sentimeter.
Baca juga: Wawali: Penanganan banjir Surabaya jadi prioritas pembangunan 2023
Cak Eri mengatakan di Surabaya ada 60 persen rumah yang salurannya kurang dari 60 sentimeter dan rata-rata berada di kawasan rumah padat penduduk.
"Kalau dirobohkan ya tidak mungkin karena sudah puluhan tahun di situ. Contohnya seperti di kawasan Petemon, satu-satunya jalan ya dibuatkan saluran di tengah jalan," kata dia.
Bukan hanya perkara saluran, Cak Eri juga mengingatkan warga soal akses jalan perkampungan. Ketika ada jalan rusak, kata dia, maka bisa melaporkan kepada pemkot dalam waktu 1x24 jam melalui aplikasi Wargaku, atau Whatsapp grup (WAG) Forum Komunikasi yang di dalamnya terdapat RT, RW, camat, lurah, wali kota, dan kepala dinas.
"Kalau jalannya sudah dibenahi, ketika ada truk yang tonasenya berat jangan sampai boleh masuk. Ayo bareng-bareng jogo kuto iki (bersama menjaga kota ini), jangan sampai ada truk masuk kampung lalu diam saja, meskipun jalannya rusak, yo gak tak dandani (ya nggak saya benahi),” ujarnya.
Meskipun akhir-akhir ini masih ada genangan di perkampungan dan beberapa jalan kampung rusak, ia mengapresiasi warga Surabaya telah melakukan kerja bakti bersama. Dengan adanya program Surabaya Bergerak di setiap akhir pekan, Cak Eri ingin warga konsisten menjaga kampungnya, agar tidak terjadi lagi genangan setelah hujan.
"Tolong dijaga kampungnya, jangan sampai hanya pemerintahnya saja yang bekerja. Kalau bangun rumah minimal salurannya 30 sentimeter, kalau kawasan padat penduduk ya 60 sentimeter. Kalau tidak ada saluran, terus mau dibuang ke mana airnya ketika hujan," ujarnya.
Baca juga: Peringatan Hari Habitat Dunia di Surabaya usung tema pemukiman
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023