"Kejadian tersebut merupakan momentum bagi Mahkamah Agung untuk bersih-bersih ke dalam," kata Hakim Agung Kamar Perdata MA Haswandi melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Hakim Haswandi mengatakan perlu tindakan korektif supaya kejadian tersebut tidak terulang, apalagi sebagai lembaga peradilan tertinggi, MA merupakan tumpuan dan harapan masyarakat untuk mencari keadilan.
"Hal tersebut sekaligus untuk menjawab pertanyaan masihkah hakim menjadi wakil Tuhan di dunia?" kata Hakim Agung Haswandi dengan nada tanya.
Menurut dia, ditangkap dan ditahannya dua hakim agung, tiga orang panitera pengganti dan lima orang pegawai MA telah menyebabkan penurunan kepercayaan publik kepada lembaga hukum itu.
Indikasi penurunan tersebut tampak dari survei penilaian integritas yang dilakukan KPK yakni pada tahun 2021 MA mendapatkan skor 82,72, sedangkan pada tahun 2022 turun menjadi 74,61.
"Sebagai tempat berkumpulnya para pengadil dengan harapan yang besar seharusnya MA benar-benar dapat menciptakan keadilan yang didambakan masyarakat," ujarnya.
Ia mengatakan MA melakukan langkah strategis untuk mengembalikan kepercayaan publik, di antaranya merotasi dan memutasikan staf/pegawai MA serta panitera pengganti yang telah lama bertugas di MA guna mencegah siklus dan jejaring pengurusan perkara.
Haswandi menambahkan MA membentuk Tim Satuan Tugas Khusus (Satgassus) dari Badan Pengawas yang mengawasi pintu keluar masuk halaman dan Gedung MA, berkeliling ke berbagai ruangan untuk memantau para hakim, staf dan pegawai yang berkeliaran dan surat izin keluar kantor bagi yang ada keperluan.
"Mengembangkan aplikasi penunjukan perkara dengan menggunakan kecerdasan buatan (robotik) guna menghilangkan potensi dugaan dari pihak berperkara adanya pengaturan majelis hakim dalam menangani perkara," ujar dia.
Keadilan, menurut dia, merupakan hak dasar manusia yang harus dipertahankan dan merupakan kebutuhan masyarakat sepanjang masa, dengan tujuan utama penegakan hukum adalah kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.
Menurut Haswandi, dalam menciptakan rasa keadilan masyarakat maka hakim yang mengadili dan memutus suatu perkara tidak saja memerhatikan dasar peraturan perundang-undangan. Tetapi juga harus memerhatikan etika dan moral, dasar-dasar filosofi, dasar sosiologi serta dari sisi historisnya, sehingga diperoleh keadilan yang paripurna.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023